Berita NTT

Sekda NTT Sebut Kebiasaan Merokok Pemicu Tingginya Angka Kemiskinan di NTT

Kosmas menyebut, kemiskinan ekstrem baru dikenal 10 tahun terakhir. Yang mana, kemiskinan ekstrem itu diukur dari garis kemiskinan.

Penulis: Elisabeth Eklesia Mei | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/EKLESIA MEI
Sekda Provinsi NTT, Kosmas D Lana saat membawakan materi dalam kegiatan Hari Studi 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI di Biara Susteran SSPS Belo, Kupang, Senin 26 Februari 2024.  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei

POS-KUPANG.COM, KUPANG- Sekretaris Daerah atau Sekda Provinsi NTT, Kosmas D Lana menyebut kebiasaan merokok menjadi pemicu tingginya angka kemiskinan di Provinsi NTT.

Hal itu disampaikan Kosmas D Lana dalam kegiatan Hari Studi 100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI di Biara Susteran SSPS Belo, Kupang, Senin 26 Februari 2024.

Kosmas menyampaikan, kemiskinan diukur dari garis kemiskinan. Yang mana, garis kemiskinan itu adalah suatu rupiah yang harus didapat oleh seseorang pekerja yang setiap tahun bisa meningkat atau menurun.

"Yang disebut miskin dari garis kemiskinan yaitu dengan mendapatkan uang Rp 552 ribu seorang penduduk mampu membelanjakan pendapatan itu untuk konsumsi pangan dan non pangan. Satu hal yang menjadi persoalan dari belanja non pangan yang memicu kemiskinan di NTT yaitu merokok," ungkap Kosmas.

Untuk tahun 2023, garis kemiskinan sebesar 552.000 perorang perkapita. Namun untuk di setiap Kabupaten berbeda pasti lebih rendah lagi.

"Itu (rokok) adalah derajat terbesar yang memacu kenaikan kemisminan. Di berbagai tempat di NTT, hampir kita yang bapa-bapa ini egonya lebih tinggi untuk suka beli rokok daripada beli telur untuk anak-anal. Kalau istri minta beli ikan atau lauk lainnya ributnya seperempat hari," ungkapnya.

Kosmas menyebut, kemiskinan ekstrem baru dikenal 10 tahun terakhir. Yang mana, kemiskinan ekstrem itu diukur dari garis kemiskinan.

Baca juga: Buka Musrenbang di Laboya Barat, Bupati Yohanis Minta Peserta Fokus Penanganan Kemiskinan Ekstrem

"Untuk kondisi kita saat ini terkait kemiskinan ekstrem, kita belum keluar dari 5 besar terbawah yaitu 5,65 persen atau 305.000 orang," sebutnya.

Penyebab kemiskinan reguler di NTT, kata Kosmas yaitu masih berada pada urutan ketiga teratas dan kemiskinan ekstrem lima besar teratas.

"Ada 632 ribu penduduk usia kerja berstatus pekerja keluarga yang tidak dibayar. Itu soal terbesar misalnya para pekerja kebun yang tidak dibayarkan upahnya," sebutnya.

Dikatakan Kosmas, terdapat beberapa hal  yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dalam menangani masalah kemiskinan di NTT, yaitu pertama, mengurangi beban pengeluaran.

"Cara untuk program mengurangi beban pengeluaran misalnya dengan cara adanya iuran jaminan BPJS Kesehatan," kata Kosmas.

Dari Provinsi NTT, kata Kosmas, untuk BPJS Kesehatan terdapat 42.100 sekian dari kelompok rentan dengan Angaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi telah membayar setiap bulannya.

"Jadi masyarakat tidak perlu bayar iuran atau beban untuk BPJS Kesehatan. Di samping itu juga dapat mengurangi beban lainnya ada program PKH untuk untuk keluarga tidak mampu dan untuk anak sekolah usia 7-12 tahun persiswanya Rp 400 ribu untuk membeli tas, pakaian dan sepatu," ungkapnya.

Baca juga: Chelinen Fortuna Foundation, Putus Rantai Kemiskinan di NTT Lewat Bantuan Biaya Kuliah

Strategi kedua, kata dia, meningkatkan pendapatan yang menjadi perhatian adalah berkaitan dengan bentuk barang  kelompok tani .

Kemudian ketiga, meminimalkan kantong kemiskinan yaitu persediaan sarana prasarana langsung ke masyarakat. Misalnya dari segi pendidikan adanya tambahan ruang kelas baru. (cr20)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved