MINAT
mendalam I Gusti BagusYudhara mempelajari bahasa Inggris
dan pengalaman ringkasnya menjadi pemandu wisata ketika
pertemuan Colombo Plan di Bali ternyata mempengaruhi
pandangan dan menentukan jalan hidupnya sampai sekarang.Kesempatan
yang diberikan Nang Lecir kepadanya untuk menjadi pemandu
wisata dalam konferensi Colombo Plan di Bali, misalnya,
ikut mendorong semangatYudhara untuk bercita-cita menjadi
seorang diplomat.
Cita-citanya
menjadi diplomat dalam pengertian bertugas di kantor
perwakilan Indonesia di luar negeri boleh dikatakan
tidak tercapai. Namun,kiprahYudhara dalam bisnis biro
perjalanan wisata di mana dia selalu berhadapan dengan
orang asing, bepergian untuk promosi dari satu negara
ke negara lain dan jabatan yang diterimanya untuk menjadi
Konsul Kehormatan Mexico mulai 1995 merupakan perwujudan
citacitanya sebagai diplomat dalam bentuk lain, di luar
karier formal Deplu (Departemen Luar Negeri).
Ketidakberhasilan
Yudhara menjadi diplomat formal lewat Deplu bukan karena
tanpa alasan. Sebaliknya,Yudhara telah berusaha serius
untuk menjadi diplomat. Setamat SLUA Saraswati Denpasar
tahun 1960, keinginannya tunggal, yaitu melanjutkan
pendidikan ke Akademi Dinas Luar Negeri. Di lembaga
inilah calon-calon diplomat dididik.Tapi sayang tahun
1960 Akademi Dinas Luar Negeri tidak menerima mahasiswa
baru. Akhirnya,Yudhara memutuskan untuk mengambil pilihan
kedua, yaitu kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Airlangga
(Unair) Surabaya.
Mengapa
tidak kuliah di Bali saja? Ketika itu di Bali baru ada
Fakultas Sastra yang masih menjadi bagian dari Universitas
Airlangga. Jurusan-jurusan yang ada di Universitas Udayana,
seperti Fakultas Sastra dan Fakultas Kedokteran, kurang
menarik perhatiannya terutama kaitannya dengan cita-citanya
menjadi diplomat. Karena itulah, dia melirik Unair di
Surabaya.
Keputusan
Yudhara untuk melanjutkan ke Surabaya disambut baik
oleh kedua orang tuanya yang memang berpikiran maju
di bidang pendidikan. Sebagai pejabat dan mantan pendidik,
kedua orang tuanya sangat mendukung semangat Yudhara
untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan pilihannya.
"Ayah tidak memaksa saya untuk melakukan ini dan
itu.Ayah sangat demokratis", kata Yudhara.Maka,mulailah
Yudhara menghabiskan hari-harinya sebagai mahasiswa
Fakultas Hukum di Unair.
Ketika
di Surabaya, Yudhara tinggal di rumah dr. Angka Nitisastro,
seorang tokoh PNI JawaTimur.Selain sebagai tokoh politik,Angka
Nitisastro juga dikenal sebagai figur yang peduli pada
pendidikan dan kemajuan bangsa. Buktinya, Pak Angka
Nitisastro tampil sebagai salah satu tokoh perintis
pendirian Institut 10 November Surabaya yang kini dikenal
namanya menjadi ITS (Institut Teknik Surabaya). Lahirnya
putra bangsa terbaik di bidang teknik dari Jawa Timur
tidak bisa dilepaskan dari jasa Pak Angka Nitisastro.
Pak
Merta merupakan kawan karib PakAngka Nitisastro karena
mereka sama-sama tokoh politik dari PNI dan berjiwa
nasionalis."Hubungan orang tua kami dengan Pak
Angka Nitisastro sudah seperti keluarga. Ketika
saya
tinggal di rumahnya di Surabaya, saya seperti bagian
keluarga Pak Angka Nitisastro," kenangYudhara.
Pak Merta tidak terlalu khawatir akan nasib anaknya
kuliah jauh di Surabaya karena sudah ada yang mengawasi
dengan baik.
BagiYudhara,
tinggal di rumah PakAngka Nitisastro tak hanya tenang
dan terayomi tetapi juga memungkinkannya untuk merasakan
gerakan politik terutama kaum nasionalis karena Pak
Angka Nitisastro adalah tokoh PNl,sama seperti ayahnya,Pak
Merta.Hal ini menunjukkan bahwa Yudhara terus tumbuh
di kalangan keluarga nasionalis.
Tahun
1960-an sudah banyak pelajar Bali yang kuliah di Surabaya
dan kota-kota besar di Jawa.Yudhara masih ingat sejumlah
teman-temannya dari Bali yang diajaknya kuliah bersama
di Unair. Mereka adalah I Made Widnyana (Prof. S.H.)
yang dalam kariernya pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana awal 1990-an; I Ketut Wijana,S.H.
yang menjadi Wakil Gubernur Bali di era Gubernur Dewa
Made Beratha akhir 1990-an hingga awal 2000-an; I Made
Wesnawa,S.H. yang terakhir menjabat sebagai Sekretaris
Wilayah Daerah (Sekwilda) Kabupaten Jembrana zaman Bupati
Indugosa,S.H. akhir 1990-an.
|