Schapelle Corby Dihukum Penjara 20 Tahun
Denpasar, Kompas - Mahasiswi asal Brisbane, Australia, Schapelle Leigh Corby (27), terdakwa perkara penyelundupan narkotika, diganjar hukuman penjara selama 20 tahun. Vonis itu dibacakan dalam persidangan yang padat pengunjung di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Jumat (27/5). Putusan dibacakan secara bergiliran oleh majelis hakim yang diketuai Linton Sirait.
Kakak kandung terhukum, Mercedes Corby, langsung berteriak histeris ketika Linton Sirait membacakan vonis 20 tahun penjara bagi Corby.
"Adik saya, Corby, tidak bersalah. Pengadilan Indonesia tidak adil," kata Mercedes berteriak. Ucapan Mercedes yang terjadi pada saat sidang masih berlangsung itu, meski hanya sesaat, sempat menarik perhatian wartawan.
Pengunjung sidang tersebut cukup banyak. Sebagian dari mereka adalah warga asing. Sejumlah pengunjung yang berada di luar ruang sidang terpaksa menyaksikan proses persidangan melalui layar televisi yang sengaja dipasang di halaman depan gedung pengadilan. Persidangan kemarin tidak hanya diliput oleh wartawan Indonesia, tetapi juga oleh lebih dari 100 wartawan asing.
Dalam sidang sebelumnya jaksa IB Wiswantanu dan Ni Wayan Sinaryati menuntut Corby hukuman seumur hidup. Selain itu, terdakwa juga dikenai denda Rp 100 juta atau pidana kurungan enam bulan.
Jaksa menilai perbuatan Corby telah memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan primer, yakni tanpa hak dan melawan hukum mengimpor narkotika golongan I ke wilayah kepabeanan Indonesia.
Majelis hakim menyatakan bahwa Corby terbukti secara tanpa hak dan melawan hukum mengimpor narkotika golongan I dari Australia ke wilayah kepabeanan Indonesia.
Yang memberatkan hukuman, menurut majelis hakim, perbuatan Corby bertentangan dengan program pemerintah memberantas narkotika dan obat-obatan terlarang. Perbuatan itu juga merupakan kejahatan lintas negara, merusak generasi muda, dan meresahkan masyarakat.
Faktor yang meringankan adalah selama persidangan terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan masih muda sehingga masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Mengajukan banding
Atas putusan itu, tim penasihat hukum terdakwa yang terdiri atas Erwin Siregar, Haposan Sihombing, dan Lily Sri Rahayu Lubis langsung menyatakan banding.
Jaksa pun menyatakan akan mengajukan banding.
"Kami tidak puas dengan keputusan majelis hakim dan karenanya kami menyatakan banding, langsung sejak hari ini," kata Erwin Siregar, sesaat seusai sidang.
Di Jakarta Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyatakan, hukuman penjara selama 20 tahun bagi Corby terlalu ringan. Karena itu, jaksa juga akan menyatakan banding.
Hal itu dikemukakan Abdul Rahman Saleh di Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin, ketika dimintai tanggapan perihal vonis yang dijatuhkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar tersebut.
Menurut Jaksa Agung, seharusnya Corby dijatuhi hukuman seumur hidup.
Australia memahami
Perdana Menteri Australia John Howard mengimbau kepada rakyat Australia agar menghormati hukum yang berlaku di negara lain. "Bersalah atau tidak, saya merasa kasihan terhadap dia (Schapelle Corby-Red). Saya meminta agar kita semua berhenti sejenak dan memahami situasi serta menghormati bahwa bila kita mengunjungi negara lain, kita harus tunduk pada hukum dan aturan negara yang bersangkutan," katanya.
"Kami adalah bangsa di mana kaum mudanya banyak bepergian sehingga kasus ini menjadi isu yang sangat menonjol bagi negeri ini," ujar Howard menjelaskan mengapa rakyat Australia memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kasus tersebut.
Banyak warga Australia yang berang terhadap vonis yang dijatuhkan terhadap Corby. Dalam berbagai acara talk show di radio, pembicara menyatakan menyesal telah memberikan donasi bagi korban tsunami di Indonesia dan sebagian lagi meminta agar warga Australia memboikot perjalanan ke Bali.
Pauline Hanson, aktivis anti- imigran, misalnya, mengimbau agar Australia menjauhkan diri dari Indonesia. "Warga Australia jangan ke Indonesia. Boikot saja," katanya.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer mengatakan, sehubungan dengan kasus ini misi- misi diplomatik Indonesia di Australia juga menerima banyak ancaman melalui telepon.
"Aksi-aksi kekerasan yang ditujukan kepada Indonesia maupun kritik publik terhadap Indonesia tidak akan membantu masalah ini. Pada akhirnya sikap seperti itu akan kontraproduktif," kata Downer.
Ditemukan di tas
Dalam dakwaan sebelumnya, Corby dinyatakan terkait dengan kasus 4,1 kilogram mariyuana. Jenis narkotika golongan I itu ditemukan dalam tas milik Corby ketika terdakwa tiba di Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, 8 Oktober 2004. Corby menggunakan dua pesawat terbang, yaitu Qantas Airline QF 501 (Brisbane-Sydney) dan Australian Airline AO 7829 (Sydney-Denpasar).
Petugas di Bandara Ngurah Rai menemukan dalam tas Corby selain ada sepasang sepatu katak dan papan selancar, juga dua kemasan plastik berisi 4,2 kilogram mariyuana.
Pihak jaksa menilai perbuatan Corby memenuhi unsur dalam dakwaan primer, yaitu tanpa hak dan melawan hukum mengimpor narkotika golongan I ke wilayah kepabeanan RI. (AP/REUTERS/ANS/IDR/MYR)