H.B. Jassin dan
Ingatan Bangsa
APA jadinya sastra Indonesia, tanpa H.B. Jassin ? Ia begitu tekun menyimpan
tulisan para sastrawan, mulai dari yang serpihan kope naskah, surat-surat, hingga
naskah jadi yang belum terbit menjadi buku maupun yang sudah jadi buku. Ia merawat
sekaligus menyusunnya dengan penuh kasih sayang bagai seorang ibu kepada anak-anaknya.
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin merupakan bukti dari ketekukan dan kasih sayangnya
itu.
Seandainya tak ada H.B. Jassin yang menggeluti pendokumentasian sastra -- sekalipun
dengan dana dan tenaga paspasan -- mungkin ingatan bangsa Indonesia akan semakin pendek.
Memori otak bangsa Indonesia yang cepat aus dalam mengingat sesuatu di masa lampau, akan
semakin krodit lagi dalam menghadapi masa kini dan masa depan. Sehingga segala
sesuatu berjalan tanpa referensi. Tanpa acuan yang jelas. Juga tanpa program yang
terencana. Asal jalan sesuai wacana-wacana sesaat yang tak pernah terekam secara nyata
pula.
H.B. Jassin telah menyerahkan seluruh usia produktifnya untuk menyimpan data-data
tertulis tentang sastra Indonesia. Dan karena sastra merupakan saripati berbagai peristiwa
kehidupan, yang dituangkan secara estetik, dokumentasi sastra HB Jassin dapat dikatakan
sebagai dokumentasi kehidupan bangsa Indonesia.
Mungkin anggapan ini terlalu berlebihan. Apalagi jika dikaitkan kepada minimnya
perhatian pemeritah terhadap Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Sebab pada masa simbol
kekuasaan yang diidam-idamkan semua orang berada pada lembaga kepemerintahan, pamor suatu
institusi atau kegiatan, mau tak mau ditentukan oleh besar kecilnya perhatian pemerintah.
Sepakbola Indonesia yang tak bermutu, baik karena selalu kalah oleh lawan, maupun pemain,
pengurus dan penontonnya suka tak sportif, begitu diagung-agungkan, karena aparat
pemerintah (bupati, walikota, dan bahkan mMenteri) ikut mengurus. Sastra dan dokumentasi
sastra yang tak menarik minat aparat pemerintah, diabaikan, dianggap remeh. Padahal lewat
karya sastra, suatu bangsa dikenal luas di percaturan ilmu dan budaya.
Maka sangat wajar, jika segelintir murid dan pengagum H.B. Jassin, antara lain Drs.
Oyon Sofyan, menulis buku berjudul "H.B. Jassin dan Harga Diri Bangsa"
(2002). Mengungkapkan makna penting kehadiran dokumentasi sastra garapan H.B. Jassin sejak
yang bersangkutan menggeluti dunia sastra dan pustaka tahun 1920-an.
H.B. Jassin sebagai kritikus sastra, yang digelari "Paus Sastra Indonesia"
mungkin dapat diperdebatkan peranan dan kualitasnya. Mengingat perkembangan kritik sastra
yang begitu pesat. Sedangkan HB Jassin tetap berpegang kepada gaya dan selera kritik yang
dikembangkan sejak tahun 1950-an, sebagaimana tampak dalam bukunya yang empat jilid itu,
yakni "Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Essey" (1967). Atau dalam
buku "Analisa Cerpen" (1965) dan "Tifa Penyair dan
Daerahnya" (1967)
Ketika dunia sastra Indonesia meributkan aliran kritik "analisa" di satu
pihak, dan kritik "ganzheit" (1968) di pihak lain, H.B. Jassin jalan terus
dengan selera kritik tersendiri. Ia memuatkan cerpen-cerpen bergaya konvensional, dalam
majalah "Sastra" 1968-1969,yang merupakan kelanjutan majalah "Sastra"
periode 1960-1963 yang diberangus rezim Orde Lama. Gaya yang berbeda dengan cerpen-cerpen "Horison"
yang menonjolkan gaya ekseperimental. Kemudian HB Jassin menerbitkan buku antologi
prosa-puisi "Angkatan 66" (1968) yang didominasi karya-karya pengarang
tahun 1950-an.
Tapi itulah HB Jassin. Dengan kekuatan dokumentasinya, ia melakukan pembelaan
"sastra" bagi Chairil Anwar yang dituduh plagiat dalam buku "Chairil
Anwar Penyair Angkatan 45". Dengan dokumentasinya, ia mampu menggugah perhatian
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, untuk ikut memelihara kelestarian Pusat Dokumentasi
Sastra HB Jassin agar dapat terwariskan dari generasi ke generasi. Ajip Rosidi memaparkan
hal itu dalam bukunya "Ucang-Ucang Angge" (2002).
Pendeknya, banyak sudah sastrawan "terlahir" dari ketelatenan HB Jassin.
Masalahnya sekarang banyakkah sastrawan yang ikut telaten pula dalam merawat sekaligus
menumbuh-kembangkan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin ? (H. Usep Romli HM)*** |