Edition 67/VII/2006
 Search    Edition
Aneka Peristiwa | Cerita sampul | Dokter Anda | Gema Redaksi | Gema stroke | Info | Kesejahteraan Kel | Kolom Khusus | Laporan Daerah | Laporan Utama | Liputan Khusus | Pendidikan | Remaja & Pembangunan | Tokoh Teladan | Wawancara | Wirausaha
 
Select Edition     
Tim Olimpiade Fisika Internasional ke-37 di Singapura:
‘Materinya Selevel Mahasiswa S-2’

Laporan: Rahmawati
 
Di tengah gonjang-ganjing masalah Ujian Nasional, dunia pendidikan Indonesia ternyata berhasil meraih penghargaan tertinggi di dunia dalam Olimpiade Fisika Internasional ke-37 di Singapura pada 8 – 17 Juli 2006 lalu. Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) meraih Juara Umum dengan mengantongi 4 medali emas dan 1 perak. Predikat Absolute Winner pun berhasil disabet Jonathan Pradana Mailoa, siswa SMUK 1 BPK Penabur Jakarta.

Tim yang terdiri dari Pangus Ho (siswa SMUK 3 BPK Penabur Jakarta), Irwan Ade Putra (SMUN 1 Pekanbaru), Jonathan Pradana Mailoa (SMUK 1 BPK Penabur Jakarta), Andy Octavian Latief (SMUN 1 Pamengkasan), berhasil menggondol empat medali emas. Tak ketinggalan, peserta termuda, Muhammad Firmansyah (SMP Atthira Makasar) ikut pula memboyong satu medali perak. Keberhasilan yang diraih TOFI ini membuktikan, pendidikan di Indonesia tidak tertinggal di banding negara lainnya.
“Hasil ini sungguh di luar dugaan. Padahal, kami hanya memperkirakan dua saja dari kelima peserta Indonesia yang bakal dapat emas,” tukas Ketua Tim Olimpiade Fisika Indonesia Yohanes Surya yang setibanya di Indonesia bersama rombongan TOFI langsung diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden di Jalan Veteran, Jakarta, pada 18 Juli lalu.
Diakui Yohanes, sebelumnya TOFI hanya menargetkan tiga emas dalam pertandingan di Singapura. Keyakinan itu muncul karena kelima kontestan menonjol semua. Apalagi, selama masa pelatihan di Karawaci, setiap hari para peserta diberi latihan teori ataupun eksperimen.
"Materinya selevel untuk mahasiswa S-2. Jadi, soalnya untuk ujian komprehensif masuk ujian S-3, levelnya sangat tinggi. Materi ini memang amat sulit. Namanya juga Olimpiade. Kalau cuma selevel S-1, ya, kalah," kata Yohanes.
Menurut Dosen Jurusan Astronomi ITB Dr Iratius Radiman yang aktif mengamati langsung penjurian OFI XXXII, soal-soal fisika dengan pendekatan lingkungan alam (tidak dalam kondisi fisika yang ideal seperti soal-soal OFI tahun-tahun sebelumnya) membuat peserta dari negara-negara maju seperti Jerman, Inggris, Australia, dan Kanada kalang kabut.
Hal ini diperlihatkan nilai yang diperoleh peserta dari negara-negara itu dalam ujian teori yang umumnya di bawah Indonesia. Yang tampak siap menghadapi soal-soal dengan pendekatan baru ini adalah Indonesia, RRC, dan Vietnam. "Jadi, sebagian besar peserta kesulitan mendapat nilai bagus," kata Iratius seraya menambahkan, "bisa-bisa kurva distribusi statistiknya tidak normal, tapi eksponensial."

Si otak encer

Salah satu emas yang berhasil menggiring putra Indonesia meraih gelar Absolute Winner adalah si otak encer Jonathan Pradana Mailoa. Ia berhasil mengalahkan 386 siswa dari 84 negara dengan mengalahkan saingan terdekatnya Cina dan Hongaria. Berkat perjuangannya bersama TOFI , Indonesia berhasil meraih nilai total 42,7 yang terdiri atas perolehan soal teori 29,70 dan eksperimen 17,50. Sementara siswa Cina berada di urutan kedua, mengantongi total nilai 46,05. Nilai maksimum pada IPhO adalah 50.
Gelar Absolute Winner merupakan pemenang mutlak dalam jumlah nilai teori dan percobaan terbaik. Adakah target yang ingin dicapai oleh pelajar kelas III SMA Kristen 1 BPK Penabur, Jakarta, ini ke depan setelah menerima pernghargaan terbaik tingkat dunia?
“Mungkin saya tidak akan ikut kejuaraan ini tahun depan meski masih bisa,” ujar Jonathan seraya mengatakan, target jangka pendeknya adalah mengatasi ketinggalan pelajaran matematika dan kimia karena selama hampir setahun hanya berkonsentrasi hanya pada fisika saja. "Jangan sampai ngertinya hanya fisika saja, yang lain nggak tahu, kan repot juga hidupnya," ujar Jonathan.
Sejak Oktober 2005, ia masuk karantina dan belajar semua teori dan rumus fisika hampir setiap hari, siang dan malam. Program di bawah kendali ketua tim Olimpiade Fisika Indonesia, Yohanes Surya, ini masih ditambah dua bulan latihan intensif sepulangnya dari Olimpiade Fisika Asia di Almaty, Kazakhstan, April 2006.
Jika tidak ikut Olimpiade Fisika Internasional tahun depan, setidaknya ia sudah meraih sejumlah prestasi yang membuat nama Indonesia mencuat. Selain penghargaan terakhir ini, remaja yang lahir pada 20 September 17 tahun silam ini sudah meraih sejumlah prestasi, seperti emas dalam Olimpiade Sains Nasional 2005 dan perak pada Olimpiade Fisika Asia 2006.

Si kecil cabe rawit

Salah satu peserta termuda dalam penyelenggaran olimpiade fisika internasional di Singapura adalah Muhammad Firmansyah Kasim. Usianya baru 15 tahun dan masih duduk di sekolah menengah pertama. Namun Firman tidak merasa canggung. “Biasa saja,” ujarnya.
Walaupun masih belia, Firman punya pengalaman bertanding di luar negeri. Pada saat mengikuti kontes Olimpiade Fisika Asia di Kazakhstan, April 2006, bocah ini memenangi medali perunggu untuk Indonesia.
Seperti halnya Yohanes, bocah asal Makasar ini harus tinggal di markas TOFI di Karawaci, Tangerang untuk mengikuti pelatihan khusus selama hampir setahun. Mempersiapkan diri mengikuti kontes OFI.
Oke deh, selamat bertarung lagi putra-putri Indonesia Olimpiade Fisika Internasional ke-38 tahun depan yang akan berlangsung di Isfahan, Iran, pada 13-21 Juli 2007. RW
 
 
Isi Komentar  Baca Komentar
Kirim Artikel  Cetak Artikel

Gemari | KBI Gemari | Dharmais | Harian Pelita | Majalah Amanah | Dradio 103.4 FM
Damandiri | Trikora | Dakab | Gotong Royong | Yastroki | Supersemar | Yamp | Indra


Home | Profil | Kontak Kami | Buku Tamu
Redaksi Damandiri : redaksi@gemari.or.id
Copyright © 2003 gemari.or.id
designed by Gemari Online