MARKETEERS PESTA BLOGGER 2010 WAN IFRA
Kompasiana
Jumat, 03 Juni 2011

Sosok

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Bai Ruindra

Tentang Saya Adalah Saya!

Tentang Helvy Tiana Rosa

REP | 31 May 2011 | 10:48 53 2 1 dari 1 Kompasianer menilai inspiratif

Mengenal Helvy

Bukan karena Ketika Mas Gagah Pergi saya mengenal sosok Helvy Tiana Rosa, melainkan sebagai pimpinan redaksi majalah Annida. Waktu itu saya memang kerap sekali membaca Annida apalagi cerpen-cerpennya sangat menarik dan berbeda bagi saya. Lalu di beberapa kesempatan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi diagung-agungkan sebagai maha karya terbesar Helvy, tentu saja saya mencari dan ingin membaca. Namun justru Jaring-Jaring Merah pertama saya baca, di majalah sastra Horizon. Saya tidak kecewa, karena pencarian saya ada batasnya. Tidak lama setelah itu seorang teman membawa majalah Annida yang sudah sangat lama yang memuat cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, saya terharu. Apalagi setelah membaca saya tidak meragukan lagi kekuatan dalam cerpen ini.

Saya mengenal Helvy, sosok perempuan yang sudah memberikan kontribusi luar biasa bagi saya lewat karya-karyanya, di 2001 saat saya baru mengenalnya. Hampir sepuluh tahun perjalanan majalah Annida baru saya mengenal sosok beliau. Berangkat dari beberapa cerpen yang penuh inspirasi dari Helvy saya meninggalkan buku-buku dan majalah yang selama ini tidak begitu menggugah bagi saya. Saya mulai mencari karya-karya Helvy, membaca dan mempromosikan kepada teman-teman bahwa perempuan penulis ini patut diacungkan jempol selain Dewi “dee” Lestari yang selama ini kita kenal.

Namun sayangnya, selama Helvy memimpin Annida justru di akhir perjalanan beliau saya kenal. Saya yakin banyak karya Helvy yang pernah dimuat terlewatkan begitu saja. Kekecewaan saya berlangsung hampir beberapa tahun, karena waktu itu buku belum menjadi fenomenal seperti sekarang ini, akhirnya sangat susah mendapatkan karya-karya beliau. Nah, sekarang banyak sekali karya Helvy yang sudah dibukukan sehingga kekecewaan itu berkurang.

Sekali lagi, saya mengenal nama Helvy dari Annida, sebagai pimpinan redaksi tetapi membaca karya Helvy pertama sekali bukan dari majalah yang sudah melambungkan namanya itu. Masalah ini bukan berarti saya harus mengesampingkan karya-karya Helvy yang tidak dimuat di Annida. Saya mengenal Helvy, lewat karya dan penulis perempuan berjilbab kala itu. Walau setelah itu muncul Asma Nadia dengan karya-karya menyegarkan, Helvy tetap punya pengaruh tersendiri bagi saya.

Pertemuan di Forum Lingkar Pena

Jauh setelah mengenal Helvy dari karya-karyanya, pertemuan di Forum Lingkar Pena menjadi membekas dalam diri saya. Tidak pernah sebelumnya saya berpikir akan bertemu dengan Helvy dalam suasana diskusi seringan di sini. Helvy yang saya kenal dengan karya-karya penuh inspirasi dan semangat, ternyata tidak jauh berbeda dengan sosok sebenarnya. Semangat yang diberikan Helvy membuat saya tercengang bahwa perempuan ini sangat mengutamakan kepentingan orang banyak. Bukan hanya dari karya yang telah dihasilkan tangannya, namun juga dari kepribadian yang terlihat dari dalam dirinya.

Diskusi waktu itu membuah motivasi untuk terus menulis, menghasilkan karya sehebat karya Helvy. Dari pertemuan ini, saya terus berpikir tentang sosok Helvy. Bukan karyanya yang sudah sangat lama saya kenal. Pantas saja jika Forum Lingkar Pena lahir dari seorang perempuan berjiwa seputih kapas ini. Saya juga tidak bisa melupakan dengan semangat yang dihadirkan dari seorang Helvy mampu membangkitkan semangat-semangat lain, tidak hanya untuk menulis.

Mungkin, kebetulan saja saya bertemu Helvy di Forum Lingkar Pena karena saya merupakan salah seorang anggota. Jika saya bertemu di tempat lain tentu saja penilaian saya akan berbeda. Sosok Helvy tetap membawa pengaruh pada semangat berjuang, sekali lagi bukan hanya dalam dunia kepenulisan. Saya mengenal Helvy, begitu juga dengan Anda yang saya rasa jauh sebelum saya mengenal sosok perempuan berhati mulia ini!

Momen di Forum Lingkar Pena, karena dilingkari calon-calon penulis Helvy berpesan waktu itu – sampai sekarang selalu berpesan begitu – kalau ingin menjadi penulis maka menulislah!

Bicara “Tanah Perempuan”

Saya kembali bertemu Helvy! Sebuah pertemuan yang jauh lebih bermakna bagi saya. Pertemuan ini memberikan arti tersendiri seiring pengenalan saya dengan Helvy selama ini, lewat karya, pribadi yang menyenangkan dan tentu saja jiwa sosial yang luar biasa.

Pementasan teater “Tanah Perempuan” yang merupakan maha karya Helvy selanjutnya menghantarkan saya bertemu kembali dengan sosok perempuan yang akrab dipanggil “Bunda” ini. Pementasan teater ini merupakan salah satu pementasan besar bagi saya, karena selain melibatkan Forum Lingkar Pena sebagai partner kerja juga menghadirkan teman-teman dari Universitas Negeri Jakarta yang akan memerankan tokoh-tokoh penting dalam karya ini.

Pertemuan ini menjadi lebih dekat, saya tidak dikelilingi teman-teman Forum Lingkar Pena seperti biasanya jika ada penulis beken ke Aceh. Kali ini saya mengundang langsung Helvy untuk bicara “Tanah Perempuan” di Radio Komunitas Suara Perempuan, yang merupakan satu-satunya radio yang mengangkat isu perempuan di Aceh. Tentu saja saya tidak bisa melupakan teman-teman Forum Lingkar Pena yang sering saya teror atau balik meneror saya untuk bisa menghadirkan Helvy dalam talkshow radio kami.

Perjalanan panjang Jakarta – Banda Aceh ternyata tidak membuat Helvy mengurungkan niatnya bertemu saya dan memperdengarkan suaranya di radio kami. Saya memang memberi sedikit waktu untuk Helvy beristirahat sebelum on air, kalau biasanya kita talkshow jam lima sore saya ganti jam delapan malam. Saya harap-harap cemas menunggu sosok Helvy ketika jam hampir menunjukkan pukul delapan. Berulang kali saya menghubungi teman-teman Forum Lingkar Pena untuk memastikan Helvy sudah dalam perjalanan karena mengingat durasi di radio.

Jam delapan lewat lima menit Helvy sampai. Senyumnya yang merekah menghilangkan kecemasan saya. Tidak menunggu waktu lama, kami langsung on air karena waktu terus berburu. Pembicaraan hangat langsung terdengar, tidak terkesan bahwa Helvy lelah baru tiba di Banda Aceh. Semangatnya yang berapi-api membuat pendengar banyak mengirimkan pertanyaan. Bahkan di akhir sesi Helvy sempat menyanyikan lagu yang terdapat di buku “Tanah Perempuan”. Seluruh crew radio yang malam itu sedang kumpul ikut masuk ke ruang siaran dan turut bernyanyi. Wah, tidak bisa saya bayangkan bagaimana sosok Helvy bisa membangkitkan semangat seperti bara api yang sedang panas-panasnya.

Decak kagum kembali menggeliat saat Helvy memaparkan beberapa prestasi yang ia dapatkan. Keprihatinan terhadap perempuan. Dunia kepenulisan dan tentu saja tentang pementasan “Tanah Perempuan”. Saya benar-benar bisa memahami pribadi Helvy yang luar biasa bisa mempengaruhi orang banyak. Tidak salah jika saya menghadirkan sosok bunda yang satu ini di radio malam itu, karena Helvy tidak hanya berbicara tentang pementasan “Tanah Perempuan” namun juga perjuangan untuk sampai ke Aceh dengan memboyong lebih kurang tiga puluhan teman-teman dari Universitas Negeri Jakarta dengan uang yang sangat sedikit.

“Tanah Perempuan harus pentas di Aceh!” begitu ujar Helvy berkali-kali. Dengan bekal sedikit dan bisa membawa tokoh penting dalam “Tanah Perempuan” akhirnya Helvy sampai di Aceh. Lakon ini tentang Aceh, bagaimana mungkin Aceh tidak menyaksikan kisah ini? Helvy berulang-ulang menanyakan hal itu. Saya yakin sekali, Helvy tidak bertanya kepada kami yang ada di ruang siaran malam itu. Tetapi kepada seluruh pendengar di Banda Aceh yang bisa menjangkau siaran kami.

Saat break iklan Helvy juga berapi-api mengompori kami dengan semangat dan jiwa sosialnya. Saya juga merasa harus ikhlas dalam melakukan segala sesuatu, tanpa mengharap imbalan yang nyata.

Satu jam tidak terasa bicara dengan perempuan enerjik ini. Di akhir talkhsow dengan candaan Helvy mengingatkan untuk nonton “Tanah Perempuan” besok malam.

Ucapan terima kasih dari Helvy rasanya tidak layak kami terima, karena malam itu kami tidak bisa memberikan apa-apa selain satu jam talkshow. Namun raut wajah Helvy memperlihatkan kepuasan bertemu kami, dan bercerita banyak hal. Saya senang, bertemu seorang perempuan perkasa seperti Helvy!

Nonton “Tanah Perempuan”

Saya lagi-lagi terharu, “Tanah Perempuan” benar-benar menghanyutkan emosi saya dalam-dalam. Tidak hanya saya, hampir seluruh penonton menangis malam itu. Babak demi babak mampu mengaduk emosi menjadi tawa, sedih dan air mata. Tokoh-tokoh yang hadir juga sangat menghayati peran yang mereka mainkan.

“Tanah Perempuan” salah satu pementasan yang pernah saya lihat. Membakar semangat, menghadirkan motivasi untuk terus memperjuangkan Aceh sampai kapan pun. Darah Aceh dalam diri Helvy mampu membuat beliau menulis banyak tentang Aceh, tentang dirinya, tentang semangat juang perempuan Aceh dan tentang ketegaran Aceh mulai dari konflik hingga tsunami akhir 2004.

Helvy hadir, membawa kesegaran dalam karya populer saat ini. Tidak bisa diragukan lagi apa yang sudah Helvy berikan untuk kita, dan untuk dunia. Sosok perempuan yang akan terus memperjuangkan hak-hak perempuan di mata dunia. Melalui karya, baik “Tanah Perempuan” maupun karya lainnya, Helvy lahir memberikan semangat juang.

Di Antara Perempuan Lain

Saya mengenal banyak perempuan, baik penulis maupun di berbagai LSM. Namun saya tidak menemukan sosok penuh semangat dan inspirasi seperti Helvy. Banyak penulis perempuan yang menghadirkan karya-karya mereka tanpa dibarengi atau kurang memiliki jiwa sosial. Dan banyak perempuan di LSM perempuan yang hanya bekerja bukan memberikan kontribusi yang luar biasa untuk perempuan.

Helvy memiliki dua-duanya. Penulis perempuan yang selalu melihat ke bawah, bagaimana pun perempuan di sekelilingnya bisa berkaca dari semangat yang ia pancarkan. Saya laki-laki, dan saya merasakan pengaruh dari sosok Helvy dalam diri saya selama ini.

Saya tidak menyalahkan penulis lain yang tidak memiliki jiwa sosial atau teman-teman di LSM yang kurang memperhatikan perempuan selain pekerjaan mereka. Namun sisi lain yang bisa membuat orang mengenang kita adalah dari apa yang sudah kita berikan untuk orang tersebut. Helvy tidak hanya memberikan karya tetapi juga menjadikan karya tersebut dikenang sepanjang masa.

Dengan karya Helvy, mampu merubah pola pikir selama ini. Termasuk saya yang selama ini memandang dari satu sudut pandang akan hidup yang saya jalani. Tidak bisa saya nafikan, sosok Helvy selalu saya sandingkan dengan perempuan-perempuan hebat sepanjang waktu. Tidak hanya JK. Rowling atau Stephenie Meyer yang dikenal dunia, Helvy juga memiliki peringkat yang sama di mata dunia!

***

Banda Aceh, 13 April 2010


Tulis Tanggapan Anda
Guest User

The Grand Palace Hotel, Malang

SUBSCRIBE AND FOLLOW KOMPASIANA:

About Kompasiana | Terms & Conditions | Tutorial | FAQ | Contact Us | Kompasiana Toolbar RSS
KOMPAS.com
© 2008 – 2011