logo SUARA MERDEKA
Line
Senin, 20 Desember 2004 NASIONAL
Line

Golkar Kembali Berkuasa Pasca-Orde Baru

MUNAS Partai Golkar berakhir. Dan Jusuf Kalla terpilih sebagai ketua umum partai berlambang pohon beringin itu untuk periode 2004-2009, setelah mengungguli kandidat kuat Akbar Tandjung.

Padahal, dalam munas yang digelar di Bali inilah nasib politik Akbar menjadi taruhan. Perjalanan panjang karier politik sejak 1966 tampaknya harus sampai di sini. Sebab, dia tidak lagi menempati posisi penting lagi, setelah gagal pada konvensi pemilihan presiden karena kalah dari Wiranto saat itu.

Satu-satunya yang diharapkan Akbar untuk tetap berperan dalam perpolitikan nasional adalah mempertahankan posisinya di Partai Golkar. Tak heran setelah Pemilu Presiden 2004, konsentrasinya untuk mempertahankan posisinya menjadi ketua umum.

Bagi Akbar, Ketua Umum Partai Golkar secara eksofisio adalah pimpinan Koalisi Kebangsaan. Meski dibentuk untuk memenangkan pasangan Megawati-Hasyim, ternyata hingga kini masih terus eksis di parlemen. Tujuannya seperti kelompok oposisi untuk mengkritisi kinerja pemerintah.

Yang pasti, keberadaan Koalisi Kebangsaan di parlemen terdiri atas Fraksi Partai Golkar, PDI Perjuangan, PBR, dan PDS memunculkan reaksi bagi sejumlah partai yang mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Kalla. Maka muncullah Koalisi Kerakyatan terdiri atas Partai Demokrat, PAN, PPP, PBB, dan PDK.

Konflik awal kinerja parlemen sudah mulai tampak ketika mereka berebut posisi pimpinan komisi. Juga berkali-kali muncul kericuhan ketika kelompok Koalisi Kebangsaan menyoal tentang pembatalan penggantian Panglima TNI Jenderal Endiartono Sutarto oleh Jenderal Ryamizard Ryacudu, dengan menggunakan hak interpelasinya.

Atas berbagai hal itulah, para pengamat berpendapat tentang latar belakang munculnya Jusuf Kalla dalam pencalonan pada Munas Partai Golkar. Masuknya dalam bursa calon ketua umum pun mendapat reaksi para politikus, baik di perguruan tinggi maupun di Senayan.

Maklum, posisinya adalah sebagai Wakil Presiden RI 2004-2009. Tapi, sepertinya saudagar asal Sulawesi Selatan ini masih bersemangat untuk berpolitik. Buktinya, Kalla tetap memastikan maju dalam perebutan posisi ketua umum Golkar.

Calon Kuat

Kepastian Kalla ini memang mengagetkan. Langkahnya yang disebut lawan politiknya termasuk nekat itu tidak diduga banyak politikus Golkar. Majunya Kalla ini bagaikan petir. Akbar Tandjung yang saat itu sebagai calon kuat, semula juga tidak yakin atas keputusan Kalla itu. Lawan-lawan politik Akbar yang juga mencalonkan diri juga kaget.

Benarkah Kalla mau maju bersaing dengan para kandidat lainnya? Itulah yang ada di dalam benak mereka sebelumnya. Wajar saja mereka kaget. Sebab, selama ini pemerintahan SBY sangat menghindari rangkap jabatan di parpol. Tapi, ternyata Presiden SBY tidak memberi lampu merah bagi Kalla untuk berebut ketua umum Golkar, partai pemenang pemilu itu. Bahkan, menurut Kalla, sudah memberikan izin.

Lalu apa di balik langkah Kalla ini? Langkah Kalla sepertinya sudah merupakan kartu terakhir, setelah orang yang diangkat untuk melawan Akbar Tandjung tidak bakal mampu membendung kekuatannya. Baik Surya Paloh maupun Agung Laksono tak berhasil menandingi kekuatan Akbar Tandjung. Masih terlalu kecil dukungan kepada dua orang itu. Akhirnya Kalla turun gunung dan maju.

Ini bagi Kalla merupakan ancaman. Jagonya tidak akan menang bersaing. Sehingga dia perlu turun gunung. Dan Kalla tampaknya tidak main-main. Dia telah menyusun strategi untuk mengalahkan Akbar. Salah satunya, Kalla dan Surya Paloh ganti posisi. Bila sebelumnya Surya diplot sebagai calon ketua umum dan Kalla sebagai dewan penasihat, maka posisinya dilukir. Kalla sebagai calon ketua umum dan Paloh sebagai dewan penasihat. Ditambah dengan kekuatan Agung Laksono.

Majunya Kalla ini tampaknya juga didorong oleh pemerintah. Padahal, sebelumnya Presiden SBY sempat diimbau untuk segera melarang para menterinya merangkap jabatan di parpol. Tapi, imbauan mulia ini tidak dilakukan SBY.

Dan ternyata, saat ini SBY juga tidak melarang Kalla ikut meramaikan bursa ketua umum. Benarkah pemerintah juga berkepentingan dengan Munas Golkar ini? Yang jelas, sebelumnya Ketua DPP Golkar Slamet Effendy Yusuf yang juga salah seorang kandidat ketua umum, sudah jauh-jauh hari mengingatkan pemerintah untuk tidak campur tangan.

Sebelumnya sempat muncul kabar lain, kubu SBY-Kalla sebenarnya akan mengusung Agung Laksono untuk maju. SBY tetap berharap Kalla cukup menjadi Ketua Dewan Penasihat, dengan Ketua Agung Laksono. Tapi pihak SBY tampaknya belum yakin benar Agung maju untuk SBY.

Keputusan Jusuf Kalla sudah final dan kini telah berhasil. Yang pasti, Kalla telah memberi jaminan bahwa dirinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar tidak akan mengganggu kinerja pemerintahan. Juga menjamin tak ada pengaruhnya bagi pemerintahan. Justru sebaliknya, Golkar diharapkan sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan berbagai program dan kebijakan pembangunan.

Persoalan

Jabatan Ketua Umum Golkar nanti tidak akan mengganggu kinerja pemerintah. Ini penting agar pemerintah juga bisa berjalan bersama-sama dan mengarahkan Golkar sesuai dengan tujuan Partai Golkar. Tujuan Golkar akan karya dan kekaryaan. Fungsinya meningkatkan pembangunan dan spirit masyarakat untuk bekerja sebaik-baiknya. Itu sejalan dengan tujuan pemerintah.

Terpilihnya Kalla diprediksi bisa menimbulkan persoalan, di antaranya basis dukungan untuk Pemilu 2009 akan besar dan bisa mengalahkan basis dukungan Presiden Yudhoyono. Lalu, jika Jusuf Kalla maju sebagai capres dan memerlukan konsolidasi lebih awal, bisa terjadi seorang wapres mengundurkan diri, seperti beberapa menteri, termasuk Jusuf Kalla di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Terpilihnya Kalla, legitimasi dan bobotnya akan berbeda dari yang selama ini dimiliki. Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar, maka akan mampu menguasai 128 anggota Partai Golkar di DPR RI. Satu kekuatan besar bisa memengaruhi suara parlemen, karena jumlahnya terbanyak. Ini menjadi poin yang menarik bagi eksekutif karena akan bisa membendung munculnya interpelasi dan gerakan-gerakan miring yang mengancam eksistensi pasangan SBY-Kalla.

Pemerintah yang berkuasa memang berusaha mendapat dukungan dari parlemen, dan untuk itu 128 anggota Golkar di parlemen harus dikuasai. Jadi, incaran sebenarnya hanya bagaimana menguasai anggota DPR yang berada di parlemen.

Dengan menguasai berarti akan mengurangi kekuatan Koalisi Kebangsaan yang digalang dengan PDI Perjuangan, PBR, dan PDS. Yang jelas, stabilitas politik akan lebih bisa dijamin karena kekuatan itu sudah berkurang.

Terciptanya stabilitas politik lima tahun ke depan akan menguntungkan menghadapi Pemilu 2009. Terlalu dini jika memprediksi untuk menjadi presiden pada pilpres lima tahun lagi. Kemenangan Jusuf Kalla membuat Golkar kini kembali berkuasa di pemerintahan. Koalisi Kebangsaan yang digagas dan dipimpin Golkar yang arahnya lebih pada oposisi terancam bubar.

Dengan menjadi ketua umum, Kalla juga otomatis memiliki daya tawar yang tinggi pada Presiden SBY. Bisa jadi posisi politik Kalla lebih besar, karena dia menjadi ketua umum parpol pemenang Pemilu Legislatif 2004.

Kini, dengan Kalla menjadi ketua umum, maka posisi pemerintahan SBY-Kalla akan makin kuat. Golkar di bawah kepemimpinan Kalla otomatis akan mendukung pemerintahan. Karena Golkar merupakan parpol pemenang pemilu, maka posisi SBY-Kalla akan makin kukuh.

Bila demikian, Golkar akan kembali berkuasa di pemerintahan, setelah Orde Baru tumbang. Saat Indonesia dipimpin Abdurrahman Wahid (Gus Dur), posisi Golkar tidak sehebat dulu. Begitu juga saat kepemimpinan Megawati, Golkar tidak mendominasi pemerintahan, meski ikut terlibat dalam pemerintahan. Dalam kepemimpinan Gus Dur dan Mega, selalu ada pos menteri yang diberikan kepada Golkar.

Dan kini, Golkar kembali ke puncak kekuasaan.(A.Adib-33t)


Berita Utama | Ekonomi | Internasional | Olahraga
Semarang | Sala | Pantura | Muria | Kedu & DIY | Banyumas
Budaya | Wacana | Ragam
Cybernews | Berita Kemarin

Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA