Putusan Pengadilan Soal PKB, Hasil Politik 'Balas Budi' Presiden

Sabtu, 13 Agustus 2005 10:13 Sumber :
Kapanlagi.com

Merdeka.com - Kapanlagi.com - Putusan pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memenangkan Ketua Dewan Syuro, KH Abdurrahman Wahid dan Ketua Dewan Tandfidz Muhaimin Iskandar diduga ada korelasinya dengan kunjungan Gus Dur ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas baru-baru ini.

"Kemungkinan, kedatangan Gus Dur ke Cikeas menemui Presiden menjelang putusan pengadilan kasus PKB ada pengaruhnya dalam pengambilan keputusan perkara tersebut," kata pengamat politik Dr Enceng Sobirin, di Jakarta, Jumat (12/08).

Menurut Enceng , wajar saja jika Presiden menerima Gus Dur, karena orang tahu posisi Gus Dur di PKB sangat kuat, bukan hanya di PKB tapi juga di pentas politik nasional. Sehingga kubu, Gus Dur-Muhaimin secara realitas menguasai panggung politik. Peneliti LP3ES (Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial), ini menyadari, bahwa proses peradilan di tanah air sekarang ini belum sepenuhnya obyektif.

"Kalau memang ada pengaruh dari kekuasaan, bisa saja dari kalangan eksekutif, yakni Presiden. Tapi kalau mau bermain, yang didekati itu Mahkamah Agung-nya. Justru pengaruhnya disitu," ujarnya.

Ia menilai, yang terjadi antara Gus Dur dan Presiden adalah simbiose mutualistis(hubungan saling menguntungkan, red) . Karena Kepala Negara sendiri membutuhkan 'sandaran' kuat untuk melangsungkan jalannya pemerintahan dan kekuasannya.

Diakui atau tidak, menurut Sobirin, memang terjadi persaingan ketat antara Yudhoyono dengan Wapres Jusuf Kalla. Orang tahu, posisi RI 2 secara realitas unggul, karena memiliki kekuatan politik yang riil, karena dia Ketua Umum Golkar, dana yang tidak sedikit, juga dekat dengan sejumlah partai Islam.

Sementara itu Yudhoyono, menurut Enceng, memiliki jumlah dana tidak banyak, karena banyak pengusaha ragu menyumbangnya, tidak dekat dengan parpol Islam, ditambah lagi Partai Demokrat tidak bisa bekerja mendukungnya. Oleh sebab itu, wajar saja kalau Yudhoyono melakukan politik "balas budi", kata Enceng Sobirin.

Sementara itu, Dr Ikrar Nusa Bhakti, pengamat politik LIPI, usai acara Dialektika Demokrasi di DPR menyatakan, yang jelas putusan pengadilan sudah diturunkan. Kalau mau menempuh banding, ya silakan, ujarnya. Namun ia mengamati, dari segi riil kelompok Muhaimin lebih kuat ketimbang Alwi Shihab-Syaifullah Yusuf.

"Tapi sesuai perjalanan waktu, kelompok Alwi pasti akan menerima juga hasilnya," kata Ikrar. Menyinggung soal peran Aksa Mahmud yang mencoba menjadi penengah dalam kasus PKB, menurut Ikrar, di era reformasi ini tidak boleh ada lagi pejabat pemerintah yang berpura-pura menjadi mediator untuk menyelesaikan internal partai. Karena itu seolah-olah ada kesan pembinaan politik kembali akan muncul.

Dulu di zaman Orba, begitu, di mana pembina politik itu adalah mendagri, ujarnya. Ikrar juga menyatakan yakin Yudhoyono tidak mau intervensi pengadilan.

"Dia bersikap netral, karena tahu posisi Alwi-Syaiful juga sedang berjuang mencari legitimasi. Posisi legitimasi ini penting karena ada kaitannya dengan agar posisinya di kabinet tidak digoyang. Sebab kekuatan partai sangat menentukan dalam posisi reshuffle kabinet September-Oktober 2005 mendatang," kata ikrar.

"Oleh sebab itu, sebaiknya tawaran islah dari Muhaimin diterima saja," katanya. (*/lpk)

Berikan Komentar
Komentar Pembaca

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini