Dokumentasi kasus kekerasan yang dijalankan oleh TransVoice pada bulan Maret-September 2017 dan terjadi sejak 2009-2017. Terdapat 51 kasus yang menimpa 36 korban Trans-Perempuan dengan pelaku yang berasal dari aktor negara, non-negara, bahkan keduanya di saat yang bersamaan. Bentuk-bentuk kekerasan yang diidentifikasi antara lain; Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis, Kekerasan Seksual, Kekerasan Ekonomi, dan Kekerasan Budaya, yang berdampak pada korban baik secara fisik, psikis, maupun secara ekonomi. Pendokumentasian kasus ini juga berupaya mengelaborasi peristiwa dengan pelanggaran terhadap 14 Rumpun Hak Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Kasus-kasus kekerasan yang menimpa korban Trans-Perempuan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia masih kerap terjadi, tidak terkecuali di Bogor dan sekitarnya. Sangat disayangkan, saat itu belum ada kapasitas dalam menjalankan sistematika pendokumentasian kasus kekerasan yang dimiliki oleh organisasi komunitas Trans-Perempuan di Bogor, sehingga berbagai peristiwa yang menimpa hanya menjadi bahan baku yang efektif dalam menumbuh-suburkan internalisasi homophobia dan transphobia di kalangan komunitas. Tidak banyak yang sadar bahwa Trans-Perempuan juga memiliki hak dan kewajiban yang setara laiknya warga negara lainnya.
Mengadaptasi konsep Meyer (2003) tentang internalisasi homophobia dimana pada kondisi tersebut ditemui adanya penurunan nilai terhadap diri yang tidak jarang menghasilkan konflik internal dan rendahnya penghargaan diri, internalisasi transphobia juga bisa terjadi pada Trans-Perempuan yang mengakui pandangan negatif masyarakat terhadap komunitas, sehingga individu Trans* tersebut melihat identitasnya dan komunitasnya secara negatif (Testa, Habarth, Peta, Balsam, & Bockting, 2015).
Struktur kebencian/ prejudisme yang dilemparkan oleh masyarakat terhadap komunitas semakin kuat dan keras. Stigma, diskriminasi, dan kekerasan semakin nyata dirasakan, tidak hanya berasal dari masyarakat, tapi juga dari keluarga, bahkan ditemui juga adanya keterlibatan unsur negara.
Menyadari kondisi tersebut, TransVoice yang merupakan anggota Federasi Arus Pelangi memandang urgensi peningkatan kapasitas dalam proses pendokumentasian kasus-kasus kekerasan yang diterima oleh komunitas mutlak diperlukan. Dan pada saat itulah, inisiatif pendokumentasian kasus ini dimulai.
Unduh Laporan lengkapnya di sini
TransVoice, 2017
Anggota Federasi Arus Pelangi
Leave a Comment