Presiden Tetapkan Imlek Hari Nasional

Jakarta, Kompas

Presiden Megawati Soekarnoputri hari Minggu (17/2) menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional. Dengan penetapan itu, peringatan Tahun Baru Imlek tahun depan otomatis menjadi hari libur nasional.

Megawati menyampaikan penetapan tersebut saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 di Hall A Pekan Raya Jakarta, Kemayoran. Hadir dalam acara itu antara lain Ketua MPR Amien Rais, Menteri Pendidikan Nasional Malik Fadjar, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, dan Nurcholish Madjid.

Dalam pidato di luar teks, Presiden Megawati mengatakan bahwa dirinya menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat Khonghucu.

"Tadi saya tahu panitia dan pengurus memberikan suatu sindiran supaya Tahun Baru Imlek dijadikan hari nasional. Demi kebersamaan kita sebagai warga dan bangsa, dengan ini saya nyatakan Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional," kata Presiden.

Pernyataan Presiden langsung disambut gembira oleh sekitar 2.000 warga keturunan Tionghoa yang hadir sore itu. Mereka langsung berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah mengikuti langkah Megawati dari podium menuju ke tempat duduknya.

Dalam renungan Imlek sebelumnya, Bihksu Bing Sidartanto menjelaskan, Tahun Baru Imlek sudah bersifat global-universal, di samping bermakna agamis. Sifat universalitas ini sudah mengglobal sehingga tibanya Tahun Baru Imlek juga marak dirayakan masyarakat Khonghucu di Tiongkok, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Korea Utara, juga negara-negara ASEAN, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, serta dalam tiga tahun terakhir ini juga di Indonesia.

"Peringatan Tahun Baru Imlek sebenarnya pernah menjadi hari nasional di Indonesia. Pada tahun 1946, Presiden Soekarno melalui penetapan pemerintah memberikan pengakuan terhadap Konghucu yang sama dengan agama Islam dan Kristen. Ketika itu ditetapkan tujuh hari besar untuk agama Islam, lima hari besar untuk agama Kristen, dan empat hari besar untuk Konghucu," kata Bing Sidartanto.

Atas dasar itu, tidaklah berlebihan apabila pemerintah sekarang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional. "Di masa pemerintahan dua presiden, memang keberadaan Tahun Baru Imlek praktis tidak diakui. Tetapi mulai presiden ketiga dan sekarang presiden keempat, Tahun Baru Imlek kembali mendapat pengakuan, meski baru menjadi hari libur fakultatif," kata Bing Sidartanto, yang berharap pengakuan itu terus diterapkan oleh pemimpin-pemimpin negara selanjutnya.

Taman sari

Presiden Megawati mengatakan, kehadirannya di tengah masyarakat yang sedang merayakan Tahun Baru Imlek memberikan kebahagiaan yang tidak bedanya seperti ketika merayakan Idul Fitri bersama umat Islam dan Natal bersama umat Nasrani. Ia merasakannya seperti berada di sebuah taman sari dan inilah yang disebut sebagai taman sari kehidupan kebangsaan yang indah.

Menurut Megawati, seperti itu pulalah para Bapak Bangsa mendirikan negara yang dinamakan Republik Indonesia ini. Sejak awal Bapak Bangsa menyadari keberagaman, kebhinekaan bangsa ini, baik karena asal-usul, ras dan suku, agama, adat istiadat, maupun bahasa, namun kemudian menyatukan pikiran, jiwa, dan semangat untuk membentuk negara ini.

Tugas dari generasi penerus untuk melanjutkan cita-cita para pendiri negara untuk mewujudkan sebuah negara modern dengan mengakui, menerima, dan sikap saling menghormati segala perbedaan yang ada.

Megawati mengingatkan agar bangsa ini tidak mudah untuk bercerai berai. "Kita harus belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain yang muncul sebagai bangsa baru yang kecil dan hidup di atas paham agama, ras dan suku, atau lain-lainnya yang sempit. Mereka kini mulai menghadapi berbagai kesulitan yang tidak mereka pernah perkirakan, khususnya untuk menghadapi dunia yang semakin terbuka," kata Presiden.

Atas dasar itu, Presiden mengajak semua pihak untuk terus mewaspadai, tetapi juga menyikapi secara arif setiap benturan yang berpangkal dari perbedaan tersebut.

"Marilah kita hilangkan perasaan bahwa asal-usul kita, ras dan suku kita, lebih terhormat dari yang lain. Bahwa agama kita lebih benar dari agama lainnya, atau bahwa budaya kita lebih tinggi dari yang lainnya," kata Megawati.

"Marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, apakah kita benar-benar cukup berbuat untuk memperkuat kehidupan bersama ini," tambah Presiden.

Dalam masa-masa sulit karena krisis ekonomi dan bencana, menurut Megawati, merupakan saat yang tepat untuk meneguhkan kembali rasa kebersamaan dan semangat kepedulian sosial.

Kebajikan Konghucu

Bihksu Bing Sidartanto mengajak untuk memahami kebajikan Konghucu untuk membawa bangsa ini keluar dari krisis. Kebajikan itu adalah bahwa kelurusan hati merupakan kunci moral utama bagi keberhasilan kepemimpinan dan pemerintahan.

"Kebajikan seorang pemimpin itu laksana angin, sedang kebajikan rakyat jelata laksana rumput. Keteladanan sang pemimpin akan serta merta diikuti oleh rakyatnya. Ke mana angin bertiup, ke sanalah rumput akan merebah," ujar Bing Sidartanto.

Mengutip ajaran Konghucu, Bing Sidartanto mengingatkan tiga hal yang sepatutnya diperhatikan bangsa ini. Pertama, pemerintahan yang baik haruslah benar-benar mampu memperhatikan kepentingan rakyat, sampai sekecil-kecilnya. Kedua, apa yang baik bagi rakyat, haruslah yang didahulukan. Ketiga, Tahun Baru bukanlah waktu untuk berpesta pora, melainkan untuk memulai sebuah karya atau kerja baru.

Sementara itu ditanya tentang pernyataan Presiden yang menetapkan Imlek sebagai hari nasional, Ketua MPR Amien Rais menyatakan setuju karena hal itu sesuai dengan rasa keadilan.

Sedangkan Nurcholish Madjid, para pendiri bangsa dan negara ini telah memberi pengakuan kepada adanya para pengikut Konghucu di Indonesia karena mereka memang ada.

Pertemuan Mega-Gus Dur

Sementara itu kehadiran Abdurrahman Wahid, Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri di acara ini menimbulkan perhatian para wartawan, walaupun ketiga tokoh itu tidak duduk berdekatan atau bahkan tidak sempat bersalaman. Nurcholish Madjid ditanya tentang hal ini yang dikaitkan dengan rekonsiliasi, antara lain berkomentar, rekonsiliasi memang tidak bisa dihindari. Tapi, katanya, bila saat ini masuk ke rekonsiliasi akan mudah menimbulkan kesalahpahaman dan justru dianggap sebagai kompromi yang negatif.

Sementara itu, menurut Amien Rais, Yenny, puteri Abdurrahman Wahid sempat bersalaman dengan Megawati dan menyampaikan salam dari ayahnya kepada mereka (Mega dan Amien Rais).

Namun Amien Rais mengatakan, peristiwa ini jangan dulu terlalu dipermasalahkan. "Saya kapan-kapan ingin ngobrol sebanyak-banyaknya dengan Gus Dur, kalau bisa datang ke rumahnya lebih baik," ujar Amien Rais.

Sedangkan Ketua Umum Partai kebangkitan Bangsa (PKB versi Alwi Shihab-Red) Alwi Shihab ditanya tentang kemungkinan pertemuan Mega dan Abdurrahman Wahid, hanya mengatakan, "Saya rasa belum waktunya melakukan pertemuan, nantilah."(tom/osd)

 

ga dan Amien Rais).

Namun Amien Rais mengatakan, peristiwa ini jangan dulu terlalu dipermasa