Nama : KOENTJARANINGRAT
Lahir : Yogyakarta, 15 Juni 1923
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Yogyakarta (1936)
- SMP, Yogyakarta (1939)
- SMA, Yogyakarta (1942)
- Fakultas Sastra UGM (Sarjana Muda, 1950)
- Fakultas Sastra UI, Jakarta (Sarjana, 1952)
- Departemen Antropologi, Universitas Yale, AS (M.A., 1956)
- Fakultas Sastra UI (Doktor, 1958)
- Universitas Utrecht, Negeri Belanda (Doktor HC, 1976)
Karir : - Asisten Perpustakaan Museum Jakarta dan Guru Taman Siswa, Jakarta (1943-1945)
- Guru Taman Siswa, Yogyakarta (1946-1950)
- Anggota Korps Mahasiswa (1946-1948)
- Guru SMA Budi Utomo, Jakarta (1950-1954)
- Dosen Antropologi Fakultas Sastra UI (1956-1961)
- Dosen Luar Biasa UGM (1958-1961)
- Research Associate Universitas Pittsburgh, AS (1961-1962)
- Guru Besar UI, Perguruan Tinggi Hukum Militer dan UGM (1962- sekarang)
- Guru Besar Tamu pada Universitas Utrecht, Negeri Belanda (1966-1968) Deputi Ketua LIPI (1968-1978)
- Dosen Tamu pada Universitas Wisconsin, AS (1980)
Karya : - Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia (Bhratara, 1969)
- Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jambatan, 1970)
- Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (Gramedia, 1974)
- Pengantar Ilmu Antropologi (Aksara Baru, 1979)
- Sejarah Teori Antropologi (UI, 1980)
- Kebudayaan Jawa (Balai Pustaka, 1984)
Alamat Rumah : Kompleks UI Rawamangun, Blok Timur C-2, Jakarta Timur Telp: 483428
Alamat Kantor : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur Telp: 483547
|
|
KOENTJARANINGRAT
Pendekar antropologi ini berbicara dengan tenang di seminar yang diadakan PWI Pusat, awal Mei 1984. Namun, yang disuarakannya cukup keras. "Jika Indonesia ingin serius membangun Irian Jaya menjadi kediaman yang nyaman dan makmur bagi suku bangsa Irian Jaya, harus dicita-citakan agar kepemimpinan dalam sektor ekonomi, politik, pemerintahan dan kecendekiawanan tetap berada di tangan putra dan putri Irian Jaya," katanya. "Untuk itu diperlukan perguruan tinggi yang mutunya ditingkatkan."
Empat bulan kemudian, dalam sebuah seminar lain yang juga membicarakan penduduk Irian Jaya, Koen -- demikian nama panggilannya -- kembali bersuara lantang. "Orang Irian Jaya bukan anak kecil yang tidak tahu apa-apa," katanya. "Sikap meremehkan dan menganggap orang Irian Jaya masih primitif merupakan penyebab utama masih adanya apatisme, serta keraguan di kalangan masyarakat Irian Jaya dewasa ini untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan."
Tentu saja, ia tidak asal bersuara. Yang dilontarkannya berdasarkan penelitiannya di Irian Jaya berbulan-bulan. Koen, misalnya, sampai terbiasa makan ulat bakar, daging buaya, daging ular, selama di pedalaman Irian. "Daging buaya dan ular itu enak," katanya.
Anak tunggal R.M.E. Brotokoesoemo, pegawai pamong praja Pakualaman, Yogya, ini ketika masih kanak-kanak suka menabuh gamelan. Tetapi orangtuanya kurang berminat anaknya jadi penari atau penabuh gamelan. Koen kemudian dikirim ke sekolah khusus yang hanya menerima anak-anak Belanda. Setelah itu ke MULO, lantas ke AMS. Tetapi, ketika ayahnya pindah ke Purwokerto, Koen tetap di Yogya dan berkesempatan kembali meneruskan mempelajari kebudayaan Jawa.Baru setahun ia kuliah di FS UGM, pecah Revolusi Kemerdekaan. Ia menggabungkan diri dalam Korps Mahasiswa UGM. "Saya ditugasi menjadi guru para prajurit yang sedang bertempur mengajar bahasa Inggris dan sejarah," katanya. Ia ditempatkan di Brigade 29, Kediri. Setelah perjanjian Renville, 1948, ia kembali kuliah di UGM. "Untung, seandainya saya masih di Kediri, saya nggak hidup lagi," katanya. Brigade 29, seperti diketahui, memihak kaum komunis dalam Peristiwa Madiun, dan dihancurkan pasukan Siliwangi.
Koen tertarik antropologi sejak menjadi asisten Prof. G.J. Held, guru besar antropologi di UI, yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa. Memperdalam antropologi di Universitas Yale, AS, ia kemudian meraih gelar doktor dari UI dengan disertasi Beberapa Metode Antropologi dalam Penyelidikan Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, 1958. Kini, puluhan buku telah dihasilkannya, di antara yang banyak dibicarakan orang adalah Manusia dan Kebudayaan Indonesia (1970), Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (1974)
Menikah dengan Kustiani yang dikenalnya sejak di UI, ayah tiga anak ini masih tetap dengan kegemaran lamanya, melukis. "Kalau saya pensiun nanti, saya ingin mengadakan pameran," katanya.
|