Ryan Adriandhy's Personal Space

Di mana @Adriandhy?

Halo dan salam sejahtera untuk semuanya.

Ryan Adriandhy di sini.

Apa kabar? Saya tahu saya nggak akan bisa dengar kalian jawab apa, tapi saya harap semua yang sedang baca ini baik-baik dan sehat-sehat saja. Amin.

Jadi, akhirnya sepotong tulisan yang sudah lumayan lama tertahan untuk saya buat ini selesai juga dan berhasil saya unggah untuk dibaca siapapun yang berminat untuk tahu. Mudah-mudahan benar bisa dibaca, ya.

Seharusnya sih, kalau sampai kalimat ini kalian masih bersama saya, berarti unggahan post ini berhasil. Yeay internet!

Ini adalah tulisan yang saya buat untuk menjawab berbagai pertnayaan yang ditujukan ke saya. Pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di notifikasi Twitter dan Instagram pribadi saya. Saya sempat bingung bagaimana cara menjawabnya karena banyak sekali dan susah untuk menjelaskannnya lewat sebatas ‘reply’ comment atau mention di media sosial. Jadi walaupun saya bukan blogger yang rajin, saya pikir cara terbaik adalah dengan membuat sebuah tulisan yang bisa dibaca siapa saja.

Saya buat tulisan ini dalam format FAQ (Frequently Asked Questions/Pertanyaan Yang Paling Sering Ditanyakan), supaya lebih jelas dan cepat diserap. Semoga di dalam daftar ini kalian menemukan jawaban yang kalian cari.

Tanpa panjang lebar, mari kita mulai.

RYAN ADRIANDHY APA KABARNYA?

Kabar baik, Alhamdulillah.

KEMANA AJA? KOK JARANG KELIHATAN?

Masih di sini aja, kurang jeli mungkin, nyarinya.

MAKSUDNYA, KOK JARANG MUNCUL DI TELEVISI DAN YANG LAIN-LAINNYA?

Oh maksudnya itu. Iya, saya kebetulan lagi nggak di Tanah Air, sedang menjalani sebuah tanggung jawab lain yang diberikan ke saya di seberang lautan.

LAGI DI MANA EMANG?

Saya diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk melanjutkan studi jenjang Strata-2 (S2), di Amerika Serikat, tepatnya di kota Rochester, negara bagian New York.

KULIAH JURUSAN APA?

Film & Animation Production.

OH YA? KOK NGGAK BILANG-BILANG?

Sejujurnya, saya pengin banget langsung berbagi dengan dunia dan teman-teman semua soal ini, tapi, ada dua hal yang mengurungkan niat saya.

Pertama, pengumuman bahwa saya bisa sekolah lagi ini datang mendadak. Benar-benar muncul mendadak di inbox e-mail saya, dipenuhi dengan berbagai kewajiban yang harus saya penuhi , karena ini kesempatan yang datang beserta beasiswa. Kedua, ini kesempatan yang sudah lama sekali saya cita-citakan, jadi saya cukup hati-hat. Saya termasuk orang yang (berdasarkan pengalaman) percaya soal ‘jinx’ atau berbaliknya suatu kejadian karena kita terlalu cepat reaktif. Saya mencoba simpan sendiri sampai semuanya benar-benar pasti terjadi atau sudah terjadi. Maka dari itu, saya rasa sekarang adalah waktu yang tepat, karena sudah terjadi.

GIMANA CERITANYA BISA SEKOLAH DI SANA?

Kesempatan saya bisa S2 di Amerika datang beasiswa Master’s Degree Fulbright, sebuah beasiswa yang disediakan oleh USA Department of State, sebagai program pertukaran dari AMINEF (American-Indonesian Exchange Foundation)

KOK BISA? BELAJAR ANIMASI? BUKANNYA KAMU KOMEDIAN?

Saya akan ceritakan runut, ya. Kalau terkesan seperti dongeng, akan saya iyakan saja. Karena ini benar kejadiannya. Bulan Januari 2014, ketika saya mendapat kesempatan untuk pergi ke Tokyo bersama tim acara TV KokoronoTomo Pop! dan berperan sebagai Tomo, saya mendapati diri saya behasil melakukan sesuatu untuk pertama kalinya. Sesuatu yang sudah saya khayalkan dari usia 4, dan masih saya simpan sebagai harapan sampai itu bisa terjadi suatu saat nanti.

Saya menginjakkan kaki di Disneyland.

Setelah menghabiskan hampir 20 tahun bertanya-tanya kapan hal itu akan terjadi, saya menghabiskan satu hari penuh di park tersebut, bingung sendiri antara harus lepas menikmati semua isi park-nya, atau meyakinkan diri sendiri bahwa saya memang sedang berada di sana. Mungkin kalian sudah pernah pergi ke sana, atau beberapa mungkin sudah pernah mengunjunginya beberapa kali. Tapi, bagi saya, ada satu pencapaian batin yang terlunasi hari itu.

Juni tahun 1994, di hari ulang tahun saya, orang tua saya mengajak saya pergi nonton ke bioskop untuk pertama kalinya. Kata ayah saya ini hadiah. Dan film yang kami tonton hari itu adalah The Lion King, film pertama saya di bioskop yang kemudian memberikan saya tujuan.

Malam itu adalah malam di mana saya secara bersamaan tahu apa itu film, apa itu animasi, apa itu menggambar, dan apa itu bercerita. Saya belum pernah lihat kartun apapun sebelum The Lion King. Jadi untuk saya pada saat itu, agak sulit untuk tidak kagum dengan kenyataan bahwa semua yang membuat saya mengikuti cerita Simba dari kecil hingga dia menjadi raja adalah gambar. Saya tersihir. Setelah satu setengah jam berada di dalam ruangan gelap tersebut, saya keluar teater dengan sebuah tujuan. Saya bilang ke ibu saya, “Kalau Ryan gede, Ryan pengin bikin kayak (film) itu.” – waktu itu saya hanya asal ucap. Tidak tahu caranya bagaimana, apa yang harus saya pelajari, dan sebagainya. Tapi hari itu memberikan saya cita-cita. Saya mau jadi animator; walaupun waktu itu saya belum tahu istilah tersebut.

JADI, GIMANA CERITANYA BISA SEKOLAH DI SANA?

Ah, iya iya. Fast forward ke tahun 2014, The Lion King membuat saya hobi menggambar, membuat saya mengikuti banyak film animasi, membuat saya suka kartun, membuat saya suka cerita. Setelah lulus SMA, saya berpikir. Gimana caranya saya bisa belajar cara bikin sesuatu seperti The Lion King. Waktu itu saya browse di internet sekitar tahun 2007, dan saya menyimpulkan bahwa kalau saya memang pengin bisa berada di industri yang sama yang membuat The Lion King, saya harus keluar Indonesia, di mana industrinya berada. Tapi, jujur, kemampuan finansial keluarga saya tidak bisa membuat saya langsung kuliah atau pergi ke luar negeri untuk menjalani cita-cita saya. Jadi saya tahu saya harus cari cara lain. Sederhananya gini dulu pikiran saya.

Oke. Kalau mau belajar di luar negeri, harus bisa dibayarin orang.

Beasiswa.

Beasiswa cuma bisa dikasih ke orang-orang yang prestasinya bagus. Gimana caranya biar nila-nilai gue bagus?

Kuliah sesuatu yang gue bisa.

Apa yang gue bisa?

Gambar.

Kuliah apa yang gambar?

Akhirnya saya memilih desain grafis karena saya nggak pede untuk jadi arsitek.

Hanya dengan kuliah jurusan yang saya suka dan mau saya jalanin lah saya bisa punya nilai bagus yang bisa dijadikan modal untuk bisa dapat beasiswa. Jadi, saya kuliah desain bukan karena mau jadi desainer. Tapi supaya bisa punya nilai baik. Karena kalau saya kuliah ekonomi atau hukum atau kedokteran, saya yakin nilai saya nggak akan bagus. Karena jujur sama diri sendiri, saya nggak secemerlang itu waktu sekolah dulu.

Dan, sejauh ini, rencana itu berjalan dengan cukup baik. Semasa kuliah, saya pelajari umumnya apa sih kriteria orang-orang yang dapat beasiswa, selain akademik yang baik? Dan setelah berhasil mencentang check-lists akademik, saya temukan jawabannya.

Oh, skill intrapersonal dan kemampuan networking yang baik. Sempat menghabiskan beberapa tahun untuk bisa tahu gimana caranya mengembangkan sisi diri yang itu, pintu kesempatan lewat stand-up comedy terbuka. Saya pikir, mungkin ini jalannya. Walaupun, saya bukan pelawak. Belum pernah paham apa itu komedi. Tapi ketika kabar soal audisi Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV sampai di telinga saya, saya pikir apa salahnya saya coba. Karena rencana besar saya memang butuh ini. Dan audisi kontes menyanyi sudah bukan pilihan lah, untuk saya. Saya nggak akan bisa. Haha.

JADI…?

Jadi singkatnya begini. Kompetisi saya jalani, tidak pernah ada yang tahu apa tujuan saya ikutan SUCI dan terjun ke semua yang saya jalani selama empat tahun terakhir. Ini pertama kalinya saya ceritakan semuanya. Haha. Kalian semua tahu apa cerita berikutnya, kan? Yak. Betul. SUCI, IHB, Malam Minggu Miko, KokoroNo Tomo Pop! semua saya jalankan sebagai semacam “sekolah gratis” untuk mengembangkan diri saya pada aspek diluar menggambar. Walaupun awalnya nggak yakin, tapi lama-lama saya pikir, saya jalani aja dulu. Nggak ada ruginya. Dan ternyata, pekerjaan ini mendukung. Saya belajar berkomunikasi, bercerita, public speaking, saya jadi tahu proses belakang layar, saya sedikit banyak familiar dengan proses penulisan sesuatu sebelum berakhir sebagai sajian audio-visual, berkompromi, menyampaikan ide, dan banyak lagi.

Sambil nunggu semua rencana saya ini membuahkan hasil, saya juga colongan start belajar soal animasi secara otodidak. Dan pas, hasil pekerjaan saya di dunia hiburan juga membantu saya untuk men-supply diri saya dengan sumber pengetahuan seperti buku-buku dan DVD pelajaran animasi yang tidak bisa saya temukan di Indonesia. Sekaligus, saya simpan untuk “biaya hidup kalau saya bisa sekolah ke luar negeri.” – tentu, bonusnya adalah berkenalan dengan kalian semua, dan bisa membagi apapun yang saya buat. :D

Jadi sebenarnya, kalau diinterview ditanya “Kenapa terjun ke dunia stand-up?”, jawabannya adalah jawaban karakter The Joker dari film The Dark Knight,

“It’s all part of the plan..”

Semua adalah batu-batu kecil yang saya pijak untuk membantu saya menyebrangi sungai.

Anyway, balik ke Tokyo Disneyland. Waktu di Jepang, sebenarnya saya sambil berpikir. Mau apa lagi setelah ini? Setelah pekerjaan KokoronoTomo Pop! selesai, apa langkah saya selanjutnya? Saya sudah dari 2011 menjalani ‘jalur alternatif’ ini. Di saat bimbang itu lah, kunjungan saya ke Disneyland memberikan jawaban.

Di Disneyland, saya seperti diingatkan lagi sebenarnya panggilan jiwa saya apa. Diingatkan lagi cita-cita Ryan umur 4 yang sampai sekarang apa. Tujuan awal saya apa. Sebenarnya bisa saja sih, saya gak usah lagi ngejar jauh-jauh belajar apa yang dibutuhkan untuk bisa bikin sesuatu seperti The Lion King. Toh, misalnya saya terusin aja karir saya di sebagai penghibur, mungkin saya bisa matang di sana. Tapi, sehari saya di Disneyland Tokyo itu saya diingatkan cita-cita saya sejatinya yang saya coba kejar dari dulu:

Ryan Adriandhy pengin bisa jadi animator.

Pulang dari Disneyland, di kamar hotel di Tokyo, saya langsung cari tahu soal beasiswa yang memungkinkan goal besar saya tercapai. Di sana lah saya mengetahui soal Fulbright Scholarship, dan AMINEF, foundation yang menanganinya di Indonesia. Malam itu juga saya daftar online. Sambil menunggu pengumuman, saya pulang ke Indonesia, dan saya pikir, sambil menunggu pertaruhan nasib, saya ngapain ya?

Lalu panggilan untuk “bermain” lewat OUTWIT.INC datang.

Hahaha. Ya, ya. Ini juga salah satu “sekolah” dan “eksperimen” yang saya coba, sambil saya menunggu ke mana hidup akan menggariskan jalan untuk saya. Dan benar bisa terjadi ternyata. OUTWIT.INC adalah “eksperimen” saya untuk mempelajari visual storytelling, belajar editing, belajar menulis skrip untuk layar, belajar sinematografi, belajar memimpin tim, dan untuk cek ombak, “kalau saya bikin karya yang rasanya begini, ada penontonnya nggak sih?”.

Lagi-lagi, ini adalah bagian dari journey map saya.

Lagi seru-serunya eksperimen lewat OUTWIT.INC, jawaban yang saya tunggu tiba.

AMINEF menerima saya di bulan September 2014. Saya bisa sekolah animasi. Ba-boom. Aplikasi saya dapat lampu hijau, yang artinya, rencana saya dari sebelum lulus SMA bisa saya lanjutkan. Ritme hari-hari saya langsung berubah. OUTWIT.INC terpaksa tidak bisa jadi prioritas saya saat itu.

Persiapan test, wawancara, mendaftar ke berbagai universitas di USA yang menawarkan S2 animasi, apply VISA, perpanjang paspor, medical check-up, persiapan portfolio/demo reel untuk apply ke universitas tersebut, pencarian tempat tinggal, dan mendaftarkan diri ke 5 universitas yang menurut saya program S2 animasinya baik. Prioritas nomor satu ini pula yang membuat saya tidak berani mengambil pekerjaan layar kaca ataupun layar lebar yang ditawarkan.

Januari 2015, Dari 5 universitas, dua menolak saya. Dari 3 yang menerima, saya memilih Rochester Institute of Technology (RIT) di Rochester, New York. Dua Universitas sisanya yang juga menerima saya, tidak saya ambil karena biayanya terlalu besar. Biaya kuliah di RIT di-approve oleh Fulbright, dan saya dijadwalkan berangkat bulan Agustus 2015, untuk menghabiskan seminggu pertama di Boston dan mengikuti program orientasi mahasiswa internasional.

Panjang ya? Tapi memang begitu ceritanya. Maaf kalian harus menunggu selama ini untuk tahu dan selama ini hanya mendapatkan diam saya di media sosial.

BERAPA LAMA KULIAH S2 ANIMASI DI RIT?

Dari jumlah kredit semester yang harus dipenuhi, total lama kuliah saya tiga tahun. Dua tahun untuk kelas, satu tahun terakhir (Dua semester) untuk membuat film project thesis sebagai syarat kelulusan.

SETELAH ITU, KERJA DI SANA?

Fulbright dan AMINEF mengharuskan semua yang mendapat beasiswa Fulbright untuk pulang ke negara asal dan menetap selama dua tahun penuh sebelum bisa kembali ke Amerika. Jadi saya akan pulang (Dan “mengamalkan” apapun yang sudah saya pelajari di sana.) – Insya Allah, 2018 saya kembali.

JADI, KARIR YANG SELAMA INI BUKAN TUJUAN AKHIR RYAN?

Mereka jembatan saya. Saya belum bisa sekolah animasi pada saat itu, jadi saya coba belajar dari apa yang ada. Walaupun masing-masing punya tujuan yang berbeda-beda, tapi saya mengekspos diri saya kepada ilmu-ilmu yang mereka berikan dan orang-orang yang luar biasa, pula. Dari orang-orang TV dan film saya belajar melihat bagaimana teamwork dalam sebuah project berjalan. Proses lapangan dari sebuah produksi seperti apa. Dari Pandji Pragiwaksono saya belajar cara memenangkan gagasan dan meracuni orang dengan gagasan tersebut. Dari Raditya Dika saya belajar proses penciptaan suatu karya naratif dari ide menjadi utuh, dari Isman Suryaman saya belajar pembedahan komedi dan humor secara teori. Dari Ernest Prakasa saya belajar kerja keras yang dibutuhkan untuk mencapai sesuatu itu seperti apa. Dari Gamila Arief saya belajar untuk memperkenalkan sesuatu yang tidak lazim. Dari teman-teman Nusantaranger saya belajar bagaimana memperkenalkan karya dan bagaimana tim itu dibangun. Dari Sunny Gho dan Stellar Labs saya belajar untuk tahu sistem sebuah studio itu seperti apa. Dari Sweta Kartika saya mencoba belajar soal disiplin. Dari Salman Aristo dan OUTWIT.INC saya belajar menerjemahkan ide dalam bentuk visual. Dari Kunto Aji saya belajar bagaimana cara jujur mengenai karya sendiri. Masih banyak lagi pihak-pihak yang secara tidak langsung menjadi guru saya tanpa mereka ketahui. Jadi, semua adalah “sekolah” yang saya ciptakan sendiri. Kira-kira begitu. Semoga ketika saya nanti punya karya sendiri, saya nggak buta dan ilmu-ilmu ini bisa bermanfaat. Hehe.

APA KAK RYAN AKAN BERBAGI ILMU DENGAN MEREKA YANG ADA DI TANAH AIR?

Tentu. Tentu akan. Bahkan saya nggak sabar untuk bisa melakukan itu. Bagi saya itu cara terbaik untuk semakin paham soal ilmu yang saya pelajari. Hanya saja saaya masih mau memikirkan cara terbaik dan kapan saya bisa mulai.

DI MANA KAMI BISA MENGETAHUI LEBIH BANYAK SOAL FULBRIGHT DAN AMINEF?

Follow Twitter mereka di @FulbrightID, dan pantau terus website mereka, www.aminef.or.id untuk tahu kapan lowongan beasiswa berikutnya dibuka.

TERIMA KASIH RYAN.

Sama-sama. Terima kasih banyak sudah menjadi pendukung setia karya-karya saya selama ini. Perjalanan saya belum selesai. Semoga kita semua bisa berjuang lebih kuat lagi untuk cita-cita apapun.

Sampai berjumpa di karya berikutnya. Saya minta izin pergi berguru sebentar. :)

  1. runtomy reblogged this from adriandhy
  2. meilanidita reblogged this from adriandhy
  3. antoniuspsk reblogged this from adriandhy
  4. diras-things reblogged this from anggivish
  5. muhamadaliefp reblogged this from adriandhy and added:
    Makasih bang udah di ingetin. Kalo emang punya tujuan… iyaa, mesti, harus bet, dikejar. Walaupun butuh waktu yang ga...
  6. firefliesminds reblogged this from adriandhy
  7. ranggakd reblogged this from adriandhy and added:
    Menginspirasi sekali, semoga diri ini bisa menyusul dan menggariskan jalannya juga seperti mas Ryan, aamiin
  8. dewoerlangga-blog reblogged this from adriandhy
  9. yunitafa-blog said: Kyaaa😍
  10. yunitafa-blog reblogged this from adriandhy
  11. adriandhy posted this