Dalam persidangan yang disiarkan di medsos Mahkamah Konstitusi, Senin (15/2/2021), majelis hakim MK menjelaskan, sesuai dengan Pasal 158 ayat (2) huruf d UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, ambang batas selisih yang bisa disengketakan untuk daerah dengan populasi penduduk di atas 1 juta jiwa seperti Banyuwangi adalah 0,5 persen.
"Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam sidang putusan sela yang digelar di Jakarta.
Artinya, Pilkada Banyuwangi bisa disengketakan jika selisih suara di antara dua paslon maksimal 4.185 suara. Berdasarkan hasil Pilkada yang telah ditetapkan KPU, pasangan calon 01 Yusuf-Riza memperoleh 398.113 suara. Sedangkan pasangan calon 02 Ipuk-Sugirah meraih 438.847 suara. Selisih di antara keduanya adalah 40.734 suara atau setara 4,87 persen.
"Bahwa jumlah suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 0,5 persen dari total suara sah, atau 0,5 persen dari 836.960 suara atau sejumlah 4.185 suara. Dengan demikian, selisih perolehan suara pemohon dengan peraih suara terbanyak melebihi presentase sebagaimana dipersyaratkan dalam pasal 158 ayat (2) huruf d UU 10/2016," kata Hakim Saldi Isra.
Kemudian, dalil pemohon mengenai keberpihakan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kepada pasangan calon 02 baik melalui penyaluran bansos Covid-19 maupun pencairan insentif RT/RW dan guru ngaji tidak dapat dibuktikan.
"Mahkamah menilai alat bukti yang diajukan pemohon telah dibantah oleh alat bukti pihak terkait. Selain itu, Bawaslu Banyuwangi menerangkan tidak menerima laporan terkait dengan bansos COVID-19 yang ditujukan untuk menguntungkan salah satu paslon," katanya.
Selanjutnya, terkait dalil pemohon mengenai ketidaknetralan penyelenggara pemilihan, Mahkamah menilai hal demikian telah diselesaikan oleh Bawaslu dan termohon dengan menjatuhkan sanksi bagi penyelenggara pemilihan yang bersikap tidak netral atau bersikap di luar etika penyelenggara pemilihan.