Larangan Membunuh Wanita dan Anak-Anak

AddThis

Dari 'Abdullah bin 'Umar r.a, ia berkata, "Aku mendapati seorang wanita yang terbunuh dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah saw. Kemudian beliau melarang membunuh kaum wanita dan anak-anak dalam peperangan," (HR Bukhari [3015] dan Muslim [1744]).

Dalam riwayat lain disebutkan, "Rasulullah saw. mengecam keras pembunuhan terhadap kaum wanita dan anak-anak," (HR Bukhari [3014] dan Muslim [1744]).

Dari Buraidah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, "Berperanglah fi sabilillah dengan menyebut nama Allah, perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah, berperanglah dan jangan mencuri harta rampasan perang, jangan berkhianat, jangan mencincang mayat dan janganlah membunuh anak-anak," (HR Muslim [1731]).

Dari Rabbah bin Rabi' r.a, ia berkata, "Kami bersama Rasulullah saw. dalam sebuah peperangan. Beliau melihat orang-orang berkumpul mengelilingi sesuatu. Lalu beliau mengutus seseorang untuk melihatnya. Beliau berkata, 'Coba lihat mengapa mereka berkumpul?' Tak lama kemudian orang itu kembali dan berkata, 'Mereka berkumpul menyaksikan mayat seorang wanita yang terbunuh.' Beliau berkata, 'Bukan mereka yang harus dibunuh!' Ketika itu pasukan dipimpin oleh Khalid bin al-Walid. Lalu Rasulullah saw. mengutus seseorang dan bersabda, 'Katakanlah kepada Khalid, janganlah membunuh wanita dan jangan membunuh pegawai/buruh'," (Shahih, HR Abu Dawud [2669], Ibnu Majah [2842], Ahmad [III/388] dan [488], [IV/178-179] dan [346], al-Hakim [II/127], Ibnu Hibban [4789], Abu Ya'la [1546], ath-Thabrani [4619 dan 4622], al-Baihaqi [IX/82]).

Dari al-Aswad bin Sari' r.a, ia berkata, "Aku menemui Rasulullah saw. dan ikut berperang bersama beliau, pada waktu itu bertepatan pada waktu Zhuhur. Anggota pasukan bertempur dengan hebat sehingga mereka membunuh anak-anak -dalam riwayat lain dengan lafazh dzurriyah-. Sampailah berita itu kepada Rasulullah saw. beliau bersabda, 'Mengapa orang-orang itu melampaui batas dalam berperang sehingga membunuh anak-anak.' Seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka adalah anak-anak kaum musyrikin.' Rasul menjawab, Ingatlah, sesungguhnya orang-orang terbaik dari kamu adalah anak-anak kaum musyrikin.' Kemudian Rasulullah saw. bersabda, 'Ingat, janganlah membunuh anak-anak, janganlah membunuh anak-anak.' Beliau juga bersabda, 'Setiap jiwa terlahir di atas fitrah hingga ia mampu mengungkapkan sendiri dengan lisannya apa yang ada dalam hatinya, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nashrani'," (Shahih, HR an-Nasa'i dalam al-Kubraa [8616], Ahmad [III/435], al-Hakim [II/123] dan al-Baihaqi [lX/77]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya membunuh wanita, anak-anak dan para buruh/ pekerja/pegawai yang tidak ikut berperang dan membawa senjata untuk berperang. Hal ini telah dinukil secara mutawatir dari wasiat para Khulafa-ur Rasyidin kepada para panglima perang Islam.

    Asy-Syaukani berkata dalam NailulAuthaar (VII/73), "Hadits-hadits bab ini menunjukkan tidak dibolehkannya membunuh kaum wanita dan anak-anak." 

  2. Telah terjadi perselisihan pendapat dalam masalah penyerbuan terhadap orang-orang musyrik pada saat mereka lengah dan lalai atau pada malam hari sehingga menyebabkan korban jiwa dari kalangan wanita dan anak-anak. Pendapat yang paling shahih adalah hal itu dibolehkan berdasarkan hadits ash-Sha'b bin Jatstsamah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. ditanya tentang kaum musyrikin yang diserbu pada malam hari sehingga ikut terbunuh wanita dan anak-anak mereka. Beliau menjawab, 'Wanita dan anak-anak tersebut termasuk dari golongan mereka'," (HR Bukhari [3012]) dan Muslim [1745]).

    Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (IX/51), "Hadits ini menunjukkan bolehnya melakukan penyerbuan dan membunuh orang-orang musyrik saat mereka lengah atau lalai. Meskipun penyerbuan tersebut menyebabkan terbunuhnya anak-anak dan wanita mereka. Larangan membunuh wanita dan anak-anak adalah pada kondisi dapat dibedakan dan dipilah-pilah. Demikian pula bila mereka berlindung dalam benteng, maka boleh menghujani mereka dengan manjaniq (pelontar) dan melempari mereka dengan api untuk menceraiberai-kan barisan mereka." 

  3. Boleh membunuh wanita dan anak-anak bila mereka termasuk orang-orang yang ikut berperang. Berdasarkan hadits 'Athiyyah al-Qurazhi, ia berkata, "Aku termasuk di antara orang-orang yang akan dijatuhi hukuman oleh Sa'ad bin Mu'adz. Mereka mengadukan keadaanku, apakah aku termasuk anak-anak atau termasuk orang yang berperang? Mereka memeriksa bulu kemaluanku ternyata mereka dapati belum tumbuh. Lalu aku dimasukkan dalam golongan anak-anak dan aku tidak dibunuh," (Shahih, HR Abu Dawud [4404], at-Tirmidzi [1584], an-Nasa'i [VI/155] dan [VIII/92], Ibnu Majah [2541 dan 2542], Ahmad [IV/310, 383, V/311-312], al-Hakim [II/ 123, III/35 dan IV/389], al-Baihaqi [VI/58 dan 63], Ibnu Hibban [4780, 4783 dan 4788]).

    Al-Hazimi mengklaim bahwa hadits-hadits bab di atas dimansukh dengan hadits ash-Sha'ab bin Jatstsamah. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (VI/ 148) menganggap pendapat al-Hazimi ini aneh. Sekiranya pendapatnya dibalik niscaya lebih tepat. Karena kita telah mengetahui manakah riwayat yang paling akhir. Hadits Rabbah bin Rabi' menunjukkan bahwa larangan tersebut terjadi pada peperangan Hunain, peperangan pertama yang diikuti oleh Khalid bin al-Walid r.a. bersama Rasulullah saw. Akan tetapi tidak perlu melangkah kepada nasikh dan mansukh bila masih bisa digabungkan dan telah disebutkan di atas bentuk penggabungannya, wallaahu a'lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 2/484-487.