Perjalanan Mencari Kebenaran

Perjalanan mencari kebenaran adalah sangat mulia walaupun tidak selalu berjalan mulus. Berbagai kendala dan cobaan menghiasi perjalanan tsb. Apalagi jika lingkungan dan budaya sekitar tidak kondusif mendukung perjalanan mulia tsb. Itulah yang mengharuskan pencari kebenaran perlu memiliki tekad, kesabaran, pedoman dan siasat (strategi) yang hak & tangguh dalam mencari kebenaran dengan mengandalkan pertolongan dan bimbingan Allah SWT.

Ilmu & Ilmuwan

Ilmu yang baik adalah ilmu yang banyak manfaatnya bagi manusia. Ilmuwan yang baik adalah seseorang yg dengan ilmunya mendatangkan banyak kemanfaatan bagi orang banyak. Ilmu yang buruk adalah ilmu yang banyak mudharatnya bagi manusia. Ilmuwan yang buruk adalah seseorang yang dengan apapun ilmu yang dimilikinya justru mendatangkan banyak kemudharatan (keburukan) bagi banyak orang termasuk dirinya sendiri. Dan ilmuwan yang merdeka adalah ilmuwan yang tidak disekap oleh kepentingan kelompok & nafsu serta berbagai kenikmatan dunia yang justru mencederai kebenaran ilmunya dan kehormatan dirinya.

Egoisme & Inkosistensi Ilmuwan

Seorang ilmuwan bisa menuntut seseorang karena mencontek (memplagiasi) hasil riset atau pekerjaan imuwan tsb. Namun tidak sedikit juga ilmuwan yang tidak menghargai karya Allah Pencipta Alam Semesta; karya Allah disebut sebagai karya ilmuwan tsb, ciptaan Allah justru diakui sebagai ciptaan ilmuwan tsb. Kalau seorang ilmuwan menemukan fenomena GGL/EMF(gaya gerak listrik/electromotive force) bukan berarti ilmuwan tsb yang menciptakan fenomena GGL, melainkan dia hanya menemukan fenomenanya; kalau seseorang menemukan unsur kimia baru bukan berarti dia yang menciptakannya. Penemu tidak selalu pencipta. Kalau ilmuwan itu menuntut karyanya diakui orang lain, maka mengapa ilmuwan tsb berani mengakui karya Allah sebagai karyanya? Bukankah ini bentuk egoisme dan inkosistensi?

Hati: Anugerah Untuk Kebahagiaan

Sungguh kebahagiaan itu ada di dalam hati yg bersyukur & lapang, bukan pada hati yang kufur dan ambisius. Perhatikan tidak semua orang yang kaya & serba ada berbahagia, walaupun pandangan orang lain tampak berbahagia. Dan sebaliknya tidak semua orang yang biasa atau tak punya itu sengsara hatinya. Mereka bahkan bahagia karena pandai bersyukur & bersabar serta merasa nikmat berkerja dengan hasil kerja yang halal. Hati manusia adalah anugerah terbesar dari Allah, bukan sekedar benda atau formula matematika dan logika; hati menyimpan banyak rahasia yang mewarnai benak dan akhlak manusia.

Ilmu Sistem Mendukung Pencarian Kebenaran

Sistem adalah interaksi sinergis antar komponen fungsional yg dirancang & dibangun untuk mencapai tujuan tertentu. Maka sistem tidak mungkin terjadi secara kebetulan, dengan sendirinya, atau terjadi dg tiba-tiba. Sistem pasti terjadi melalui proses desain yg memilki kaedah, tahapan dan tujuan yang jelas. Alam semesta dg segala isinya termasuk ekosistem demikian juga peredaran planet dan aneka makhluk termasuk manusia adalah sistem; jika bukan pasti tidak ada keteraturan yg kita bisa amati, pelajari dan manfaatkan. Sementara dari keteraturan alam ini banyak ilmu yg telah dikembangkan dan diaplikasikan dalam kehidupan. Jadi pasti ada yang merancang dan ada yang menciptakan. Kalau semua obyek dan fenomena yang ada di bumi ini dipandang sebagai proses alamiah yg terjadi dengan sendirinya itu adalah inkonsistensi berfikir ilmiah dalam kaedah ilmu sistem (system science & theory). Tanaman-tanaman atau hewan tertenu tidak akan jadi obat utk suatu penyakit tertentu sebelum diramu dan dirancang dg kaedah, tahapan dan tujuan yg jelas. Tidak mungkin obat jadi dengan sendirinya. Ini hanya tinggal keketerbukaan hati menerima bahwa Allah (Pencipta Alam Semesta ) itu memang terbukti ada.

Menuai Ketakjujuran

Seorang guru besar sedang menguji mahasiswanya secara lisan. Si mahasiswa menjawab pertanyaan dg panjang-lebar. Mendengar jawaban si mahasiswa, si guru besar menyuruh mahasiswa keluar ruangan dengan tambahan kata: “Don’t make a story to me“. Ucapan si guru besar itu jika dipahami dengan lapang & hati terbuka, luar biasa hikmahnya. Kurang lebih hikmahnya adalah: “Jangan pura-pura tahu atau mencari-cari pembenaran dengan cerita kesana kemari tapi makin jauh panggang dari api; akan lebih baik jika tidak tahu ya jujur saja katakan belum tahu”. Perintah keluar ruangan itu dimaksudkan agar si mahasiswa introspeksi diri dan berfikir lebih seksama, daripada di ruangan ujian tapi masih saja bertahan dg kesalahannya. Ingatlah bahwa kehormatan orang yg tidak tahu adalah diam atau jujur menjawab tidak tahu dan mencari tahu shg mendapat jawaban yg benar. Keburukan & kesombongan orang yg tidak tahu adalah pura-pura tahu atau berputar putar agar dipandang tahu, padahal tidak tahu.

Ilmuwan dan akhlak

Ketika akhlak seorang ilmuwan semakin berbanding terbalik dengan tingkat keilmuannya maka ia telah berjalan menuju kondisi “mantan ilmuwan”, akibat ingkar ilmu. Ketika tanda/bukti kebesaran Allah semakin terkuak dari keilmuan seseorang maka orang tsb semestinya makin tahu dan makin gemar beribadah kpd-NYA dan semakin takut untuk tidak taat kpd-NYA. Jika terjadi sebaliknya berarti orang tsb sedang menuju ke status “mantan ilmuwan” akibat ingkar ilmu. Dakam teori himpunan klasik tegasnya orang tsb masuk dalam anggota “himpunan orang yg tak berilmu” atau dalam pernyataan komplemental (negasional) dinyatakan sebagai bukan anggota “himpunan orang yg berilmu”. Namun dalam teori himpunan fuzzy orang tsb bisa dikatakan sebagai anggota himpunan orang yg berilmu dg derajat keanggotaan yg sangat kecil mendekati nol, akibat buruknya akhlak. Dalam istilah syariah agama orang tsb disebut sebagi ulama suu’ (ilmuwan yg buruk). Allah berfirman: “Apakah sama orang yg buta (tak berilmu) dengan orang yg melihat (berilmu)”.

Menempatkan Diri Sebagai Hamba ALlah

Pembagian A/B jika nilai B bertambah besar maka semakin kecil hasil baginya, sebaliknya jika nilai B semakin kecil maka semakin besar hasil baginya. Dalam teori Matematika pembagian dg bilangan 0 (nol) itu tak terdifinisi, tapi kalau A/B dimana B sangat mendekati 0 maka hasil A/B = tak hingga (infinite). Perbandingan Allah (Pencipta alam semesta dan seisinya) dengan manusia itu sangat tak hingga. Hamba yang bisa mempatkan dirinya sebagai hamba yg tak memiliki apa-apa (mendekati nol) dihadapan Allah maka ia akan merasakan kebesaran (ketakhinggaan) Allah dalam segala hal sehingga ia akan sangat butuh dan takut serta tergantung kepada Allah. Sesuai firman-NYA: “Allahu ashshomad = Allah tempat semua makhluk bergantung”. Sebaliknya hamba yg sombong (merasa besar) dihadapan Allah, merasa cukup memiliki segalanya maka perbandingan Allah terhadap dirinya menjadi kecil dan akhir ia merasa tak butuh kpd Allah dan bahkan ingkar kpd-NYA. Allah berfirman: ” Yaa ayyuhannaasu antumu alfuqaraa’u ilallaah, wallaahu huwal ghaniyyul hamid = Wahai manusia kamu harus merasa fakir (butuh) kpd Allah, dan Allah itu adalah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji“. Intinya pelajaran matematika yg sederhana tsb bisa dijadikan bahan kontemplasi bagi kita dalam menempatkan diri kita kpd Allah SWT.

Analogi Penangkal Petir

Salah satu prinsip kerja penangkal petir adalah menangkap aliran listrik arus tinggi malalui tiang besi (logam) penghantar yang dipasang menjulang ke atas dan terhubung ke basis (ground) tanah berarir yang resistensi (tahanan) listriknya mendekati 0 (nol) ohm, biasanya dibawah 1 ohm. Karena resistensinya kecil sekali berarti aliran listrik dari petir lebih suka menuju ke ground batang penghantar petir tsb daripada ke komponen lain (atap rumah, radio, TV,orang, atau peralatan yang lain) yang resistensinya masih jauh lebih besar dari nol. Jika basis (ground) penangkal petir itu kita analogikan dg hati (kalbu) maka kalbu yang resistensinya (penyakitnya) mendekati nol (nihil) akan lebih lapang dan tenang menerima sambaran musibah/cobaan dunia (analogi dg petir/kilat), namun jika hatinya banyak penyakit dan cinta dunia (resistensinya tinggi) maka sambaran musibah dunia akan membuat orang tsb cepat/rentan putus asa atau hancur hati. Maka Allah SWT memerintahkan kita banyak membersihkan hati dengan banyak dzikrullah (mengingat Allah) yg sebanyak-banyaknya dalam berbagai kondisi.

Penentu derajat ilmuwan

Derajat ilmuwan bukan ditentukan oleh banyaknya ilmu yang dimiliki, tetapi ditentukan juga oleh banyaknya amal perbuatan yg dilaksanakan mengikuti kebenaran ilmu yg dimiliknya; ditentukan oleh kepeduliannya dalam menggali, mengembangkan dan membagikan ilmu untuk kemanfaatan orang banyak; ditentukan oleh kegigihannyaa dalam menjaga gawang kebenaran keilmuan yg dimilikinya, serta ditentukan oleh kesahajaannya dalam ilmu dan rasa takut & cintanya kpd Allah SWT sebagai sumber ilmu yang hakiki.

Performance Optimization WordPress Plugins by W3 EDGE