HOT TOPICS :
Syahrini Reino | Pilpres 2019 | Ramadan
|
Thread Terpopuler
-
Minggu, 2021/02/12 07:12 WIB
All About Sekuter Selebgram Chapter IV
-
Sabtu, 2021/02/11 09:32 WIB
Tangis Kartika Putri Pecah, Keluarganya Dihujat usai Kisruh dengan Dokter Richard Lee
-
Selasa, 2021/02/02 14:37 WIB
Rachel Vennya Gugat Cerai Niko Al Hakim
-
Kamis, 2021/02/04 09:52 WIB
Ayu Ting Ting Jawab Penyebab Batal Nikah
-
Minggu, 2021/02/12 13:16 WIB
Heboh! Dimas Beck Bikin Usai Cium Luna Maya
-
Rabu, 2021/02/14 17:20 WIB
Evelyn mantap berhijab
|
Thread Tools |
19th May 2020, 22:40 |
#5061
|
Mania Member
|
SCTV BERI KELELUASAAN PH JATIM
SEBAGAI satu-satunya stasiun televisi swasta yang berkedudukan di Surabaya (waktu itu), SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia) memberikan peluang besar kepada 'production house' (PH) untuk berkiprah, khususnya dari Jawa Timur. "Sebagai stasiun penyiaran, tentulah kami harus konsekuen dengan itu. Karenanyalah, kami memberikan peluang besar terhadap rumah produksi ambil bagian," kata Muslim Badri, staf humas SCTV, yang dihubungi SCTV di kantornya, 17 Februari 1994.
Selama itu, diakui bahwa tayangan yang menghiasai layar kaca SCTV berbanding 70:30%. Tayangan lokal yang diharapkan meningkat persentasenya tersebut banyak dihiasi PH dari Jakarta. Contohnya sinetron yang saat itu sedang diputar antara lain Di Ambang Fajar, Salah Asuhan, Cerpen Metropolitan, Buana Jaka, atau sinetron spesial Ramadhan. "Keseluruhan ini memang diproduksi PH Jakarta. Begitu pun bukan berarti kami menomorsatukan produksi PH ibukota. Karena sampai saat ini (Februari 1994) PH Jatim pun belum pernah unjuk gigi. Kami pun belum pernah menayangkan produksi daerah kita," kata Muslim Badri, memberikan alasan tentang dominasi PH Jakarta dalam paket-paket SCTV. Selama itu, SCTV tidak memberikan batasan atau prioritas terhadap produk PH sebuah daerah. Dan ini bukan berarti, PH yang berasal dari ibukota lantas ditampilkan oleh SCTV. Karena belum ada pengajuan program saja (waktu itu), hingga PH yang ada di Jatim (waktu itu) belum pernah ditampilkan karyanya. Tak banyak persyaratannya, tiap PH yang menyodorkan paket asal memenuhi kriteria yang ditetapkan SCTV dan masuk standardisasi yang ditentukan sajalah, program PH itu bisa ditayangkan. Jika berbentuk serial, setidaknya ada separuh dari episode yang diajukan. Misalkan, jika sinetron itu ada 6 episode, paling tidak ada 3 episode yang (waktu itu) sudah diajukan ke SCTV. Ditanya apakah selama itu SCTV pernah menerima produksi PH Jatim, Muslim Badri tidak bisa menjawabnya secara pasti. "Nanti deh saya tanyakan ke bagian produksi. Sebab, humas hanya menerima bahan-bahan yang sudah siap ditayangkan saja." Sementara itu, paket yang diproduksi SCTV, di antaranya So Pasti, Majalah Kita, Gema Rohani, Forum, Jalan-Jalan, Padhyangan, Barometer Musik dan masih banyak lagi. Setidaknya, tambah Firda, paket lokal yang ditampilkan SCTV, diusahakan bertambah terus (waktu itu), seiring dengan tayangan mancanegara. "Kalau bisa tayangan lokalnya yang kita perbanyak. Entah itu berupa sinetron, ilmu pengetahuan, musik atau film-film," terangnya. Ini dimaksudkan untuk menghilangkan 'image' SCTV yang kebarat-baratan. Dok. Jawa Pos, 18 Februari 1994, dengan sedikit perubahan |
19th May 2020, 22:42 |
#5062
|
Mania Member
|
TPI BARU UJI POLA TEKNIK PENAYANGAN
UJI coba siaran Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) selama 4 jam, pukul 06.00 sampai 10.00 pagi, 26 Desember 1990, ternyata baru pola teknik penayangan berupa gambar diam dengan suara. Sedangkan materi uji coba (waktu itu) masih belum diketahui hari siarannya. H. Turino Junaedi, ketua Komisi III Dewan Film Nasional (DFN), dalam dengar pendapat DFN dengan pihak TPI, Sabtu (22/12/90) lalu memang tidak menegaskan isi uji coba itu.
"Kami tidak mendapat penjelasan dari TPI, apakah uji coba itu berupa pola teknik ataukah materi siaran," ujarnya. Yang pasti, penayangan materi TPI (waktu itu) baru akan disiarkan 23 Januari 1991. "Selama menunggu hari H itu, kami tidak tahu pasti apa yang akan ditayagnkan," tambah Turino. Sementara itu, seorang karyawan TVRI yang sehari-hari bekerja di bidang 'master control' mengungkapkan, bahwa uji coba tadi (waktu itu) baru berupa pola teknik berupa gambar diam dan suara. Uji coba di TVRI itu dipancarkan secara luas ke seluruh Indonesia. "Uji coba pola teknik dimaksudkan untuk mengetahui siaran itu sudah baik atau belum. Gambar terbalik, tidak? Jadi hanya uji coba," tutur karyawan TVRI yang tidak mau disebutkan namanya itu. Masih menurut karyawan itu, sepanjang yang diketahuinya (waktu itu), pihak TPI hanya menggunakan jalur TVRI. TPI sendiri sebenarnya memiliki Studio 12 berupa kamera dan peralatan teknik lain yang dibutuhkan. Karyawan TVRI itu juga mengatakan, untuk mencoba jalur transmisi ini, TPI menggunakan jalur yang biasa dipakai TVRI. Yaitu, jalur transmisi melalui satelit dan 'microwave'. Ditanya tentang tambahan jalur, karyawan TVRI itu tidak mengetahui (waktu itu) apakah ada tambahan peralatan. "Yang jelas, adanya tambahan jalur akan menambah daya listrik pemancar untuk disampaikan ke rumah pemirsa." Penggunaan daya pemancar bergantung penerimaan stasiun masing-masing daerah. Untuk Jakarta, digunakan pemancar VHS dan UHS sebesar 10 sampai 20 ribu watt atau 10 sampai 20 KWH. Sedangkan untuk Surabaya, sekitar 5 sampai 10 KWH. Dalam dengar pendapat DFN dan TPI itu, juga dikatakan (waktu itu) akan dilibatkan 3.500 pelajar SLTP dan SMA di seluruh Indonesia. Para guru dari sekolah yang ditunjuk diberi buku pedoman pelajaran yang akan disiarkan seperti biologi, fisika, dan pendidikan lain, di luar pendidikan non formal dan bimbingan praktis keterampilan. "3.500 sekolah yang menjadi pengisi acara ini, akan diberi pesawat TV," kata Turino (waktu itu). Dok. Jawa Pos, 27 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
19th May 2020, 22:59 |
#5063
|
Mania Member
|
HARI RABU (26/12/90), TPI COBA SIARAN, PUKUL 06.00-10.00
HARI Rabu, 26 Desember 1990, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) - waktu itu - akan memulai siaran percobaannya selama 4 jam, mulai pukul 06.00 hingga pukul 10.00 WIB. Siaran resminya (waktu itu) baru akan dilaksanakan 23 Januari 1991. Dalam siaran percobaan ini, TPI (waktu itu) akan menayangkan materi penerangan dan informasi (12,5%), pendidikan sekolah (16,6%), pendidikan luar sekolah (16,6%), hiburan (31,9%), iklan (20%), dan acara penunjang (2,4%).
Rencana itu diungkapkan dalam dengar pendapat Komisi III Dewan Film Nasional (DFN) dengan pihak TPI beberapa hari sebelumnya. Sebelumnya, Komisi III DFN bidang produksi dan teknologi perfilman juga pernah dengar pendapat dengan RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) dan pihak laboratorium perfilman. Menurut ketua komisi III DFN, H. Turino Junaedi, dalam dengar pendapat itu dikemukakan bahwa untuk sementara itu seluruh acara TPI akan disiarkan TVRI dengan sumber materi berasal dari Depdikbud. Kendati begitu, ungkap TPI, dalam dua tahun yang saat itu akan datang (1993), TPI direncanakan (waktu itu) sudah memiliki stasiun sendiri untuk merelai acara-acara mereka. Stasiun itu terletak di sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Dengar pendapat tadi diharapkan (waktu itu) menambah masukan dari rencana segitiga TPI-TVRI-Depdikbud yang (waktu itu) akan disampaikan kepada Menpen Harmoko sebagai ketua Dewan Film Nasional. Sasaran yang (kala itu) akan dicapai dari siaran TPI ini adalah para pelajar dan ibu rumah tangga. "Untuk itu, TPI mengikutsertakan seluruh pihak, termasuk lembaga pendidikan seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah," kata Turino. Materi itu, antara lain berisi pelajaran secara langsung berupa pelajaran formal untuk pelajaran SMP dan SMA. Materi ini diproduksi Pustekkom (Pusat Telekomunikasi) Depdikbud. Untuk tahap awal, acara ini (waktu itu) akan diikuti 3.500 pelajar SMP dan SMA. Untuk pendidikan formal ini, TPI juga mengundang guru-guru yang dijadikan pembimbing. Guru-guru ini (waktu itu) akan diberi buku panduan mata pelajaran yang akan disiarkan, di antaranya biologi, fisika, kimia, matematika, geografi, ekonomi koperasi, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Sedangkan pelajaran nonformal (luar sekolah) diproduksi langsung oleh TPI. Pelajaran nonformal ini meliputi bimbingan praktis keterampilan, pendidikan anak prasekolah, pengetahuan populer, pendidikan agama, pendidikan sekolah luar biasa, dan gerakan wisata. Menyadari materi dalam negeri (waktu itu) masih kurang, TPI juga (waktu itu) akan menyiarkan materi dari luar berupa film-film pendidikan. Tentu saja materi ini harus disesuaikan dengan keadaan pendidikan di Indonesia. "Tapi, persentasinya tetap banyak kita buat sendiri," kata Turino. Selain H. Turino, hadir pula Ali Shahab selaku sekretaris DFN dan direksi TPI yang diwakili Fahmi Alatas. Rencananya (waktu itu), Mbak Tutut selaku direksi TPI akan hadir dalam dengar pendapat itu. "Tapi tiba-tiba ada acara mendadak, sehingga beliau tidak dapat datang," tutur Fahmi Alatas. Selain soal materi, iklan untuk menunjang acara ini juga hangat dalam dengar pendapat tersebut. DFN mengimbau iklan yang akan ditayangkan tidak mendorong para remaja untuk hidup konsumtif. "Tentu saja tugas TPI sangat berat, karena iklan-iklannya harus terseleksi. Padahal, iklan juga untuk menunjang acara mereka," kata Turino. Hal ini juga dibenarkan Fahmi Alatas yang mengatakan bahwa iklan seperti rokok dan minuman keras (waktu itu) sudah pasti tidak akan ditayangkan. "Ini sudah komitmen kami," tegas Fahmi lagi. Dok. Jawa Pos, 26 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
19th May 2020, 23:00 |
#5064
|
Mania Member
|
MBAK TUTUT JELASKAN TV PENDIDIKAN (TPI) DI DEPAN DPR
PALING lambat akhir Januari tahun 1991, masyarakat Indonesia sudah dapat menikmati siaran televisi pendidikan melalui Stasiun XII TVRI. "Untuk tahap pertama, siaran pendidikan ini hanya berlangsung selama 4 jam sehari mencakup pendidikan tingkat SMTP dan SMTA," kata dirut PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI), Ny. Siti Hardiyanti Rukmana, dalam acara dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, 10 Desember 1990.
Siaran televisi pendidikan (TPI) ini diselenggarakan oleh PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan TVRI. Karena itu, siarannya nantinya (waktu itu) akan menggunakan fasilitas stasiun TVRI yang sudah ada. "Tujuannya untuk membawa sarana yang memungkinkan penguasaan teknologi maju dan bersifat tepat guna ke rumah melalui televisi," ujar Mbak Tutut, panggilan akrab Ny. Siti Hardiyanti Rukmana. Rapat yang berlangsung selama lima jam itu, dipimpin oleh ketua Komisi IX, Sugiyono. Dalam rapat ini, Mbak Tutut menjelaskan latar belakang dan permasalahan yang (waktu itu) akan dihadapi untuk menyelenggarakan siaran televisi pendidikan di Indonesia. Ia didampingi direktur administrasi Muhammad Yarman, direktur program dr. Alatas Fahmi, direktur operasi Awad Bahasoan, dan sekitar 40 staf lainnya. Mbak Tutut yang selalu berkerudung itu, dibantu dengan 'slide film' dengan cekatan menjelaskan semua permasalahan yang dihadapi oleh TV swasta yang pertama menyelenggarakan siaran pendidikan itu. Dimulai dari latar belakang pendiriannya sampai dengan kendala pendidikan dan upaya antisipasi yang akan dilakukan, menghadapi berbagai kemungkinannya. Menurut Mbak Tutut, salah satu hal yang penting yang melatarbelakangi pendirian TV pendidikan itu, adalah menyangkut kondisi pendidikan dalam negeri. "Perbandingan jumlah anak didik dengan prasarana yang tersedia kurang mendukung peningkatan kualitas pendidikan," ujarnya. Menurut dia, saat itu masih terdapat dilema dalam pendidikan nasional. Yaitu, jumlah sarana pendidikan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah anak didik. "Kita masih menyaksikan perbedaan-perbedaan dalam sarana fisik pada jenjang pendidikan menengah, yaitu faktor sumber daya insani kita. Terutama kondisi guru yang masih tetap memprihatinkan," ujar Mbak Tutut. Untuk memperjelas permasalahan yagn dikemukakan itu, Mbak Tutut mengemukakan data pada akhir Pelita IV tentang kesenjangan-kesenjangan antara sarana dan jumlah murid di Indonesia. Murid SD yang (waktu itu) berjumlah 25,7 juta orang dengan tenaga guru sebanyak 1.118 juta orang. Dari jumlah tersebut, hanya 68% murid SD yang dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah. Sedangkan jumlah murid SMTP (waktu itu) sebanyak 6,7 juta orang, tersedia guru hanya 250 ribu orang. Jumlah murid SMTP yang berhasil melanjutkan ke SMTA hanya sebesar 81,2%. Demikian pula jumlah murid SMTA yang berjumlah 4,1 juta dengan jumlah guru sebanyak 136 ribu orang, dan jumlah murid yang dapatmelanjutkan, hanya 52% saja. Menurut Mbak Tutut, pendirian televisi pendidikan tersebut bekerjasama dengan Depdikbud dan Deppen. Tetapi, dalam pendanaan CTPI memperoleh dari bantuan bank. Untuk pengembangan selanjutnya, dana yang digunakan bersumber dari masyarakat melalui siaran iklan. Dalam pelaksanaan program pendidikan, menurutnya, sepenuhnya menjadi wewenang dari Depdikbud. Sedangkan dalam pengelolaan siaran yang menggunakan Studio XII TVRI, termasuk pengadaan siaran niaga menjadi wewenang dari CTPI. "Dana yang diperoleh dari iklan, sebagian akan diserahkan kepada TVRI," ujarnya. Menurut rencana (saat itu), siaran CTPI akan menyajikan program berupa lima pokok acara. Kelima acara itu adalah penerangan/informasi sebesar 12,50%, pendidikan sekolah 16,60%, pendidikan luar sekolah 16,60%, hiburan 31,90%, siaran niaga (iklan) 20%, dan acara penunjang sebanyak 2,40%. "Secara keseluruhan, siaran pendidikan mencakup 33,2%. Tetapi, bila dilihat dari film dan acara-acara yang diselenggarakan, persentasinya akan lebih besar. Sebab, film dan acara yang diselenggarakan, akan bermotif pendidikan," ujar Mbak Tutut (waktu itu). Mengenai pemutaran film yang diperoleh dari negara barat, Mbak Tutut menilai hal itu sebagai salah satu bagian dari pendidikan. Dok. Jawa Pos, 11 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 01:48 |
#5065
|
Mania Member
|
‘JOB’ GSP TAHUN 1990 LEBIH BANYAK
TAHUN 1990, GSP (Guruh Sukarno Production) membuat empat paket acara untuk merayakan malam Tahun Baru 1991. Sebuah untuk RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), Menanti Fajar 1991, yang (waktu itu) akan ditayangkan mulai pukul 23.10. Sedangkan 'live show' dilakukan di Superstar Discothique dan Tori Gin Karaoke di Jakarta dan Qemi Dischotique di Surabaya.
"Tentu saja semua itu sangat menyenangkan. Sebab, dari segi finansial, memang lebih menguntungkan 'job' tahun ini (1990), lebih banyak dibandingkan tahun lalu (1989)," kata Guruh, 30 Desember 1990. Menurut Guruh, masyarakat sudah mengetahui kualitas tari-tariannya. Lantaran itu, dia tak khawatir terhadap banyaknya grup tari yang punya gaya mirip dengan GSP. "GSP sudah punya merek dagang khusus. Jadi, tak ada masalah buat kami. Lagipula masyarakat sudah mengetahui kualitas kami," ujarnya. Dia menambahkan, tak ada trend baru pada 1991 berkaitan dengan penampilan GSP. Berbeda dengan 'Take A Train' dan 'Voque' - untuk acara menyambut Tahun Baru 1991 di Qemi Discothique, 31 Desember 1990 malam mulai pukul 21.30. Dengan tiket Rp 50 ribu per orang, pengunjung bisa menyaksikan gaya GSP merayakan malam tahun baru dalam kemasan acara The Step to 2000. Acara ini (waktu itu) akan melibatkan 20 penari. Untuk mendukung pergelaran itu, GSP membawa operator musik, penata busana, dan teknisi - masing-masing seorang - langsung dari Jakarta. "Ketiga tarian modern itu akan memakan waktu sekitar 45 menit," ucapnya. Dia melanjutkan, masing-masing nama tari-tarian itu tidak mempunyai artis khusus. Namun, secara keseluruhan menggambarkan keceriaan anak muda untuk menyambut tahun baru 1991. Menurut Guruh, setiap bulan GSP (waktu itu) rata-rata menerima tawaran manggung empat kali. Sedangkan 'show' ke luar negeri setahun rata-rata dua kali. Beberapa bulan yang sebelumnya, GSP manggung secara akbar di Jenewa. Meski dia juga aktif di Yayasan Sukarno, namun Guruh lebih banyak mencurahkan konsentrasinya buat GSP. "Saya memang lebih menyukai bidang seni," ulasannya. Lantas, ke mana menyambut malam tahun baru 1991? "Saya di Jakarta saja, kok," kata Guruh sambil tersenyum. Dok. Jawa Pos, 31 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 01:55 |
#5066
|
Mania Member
|
CITRA: HOBI MENGINTIP IRWAN EFFENDI
KEGIATAN intip-mengintip, adalah urusan juru kamera. Namun kalau Irwan Effendi, (waktu itu) 42 tahun, juga suka main intip-intipan, tidak lantas berarti ia juru kamera. Yang diintip Irwan adalah gerombolan babi. Dan kegiatan ini dilakukannya di hutan-hutan Jawa Barat, seperti di hutan Garut, Tasikmalaya, dan lain-lain.
Irwan yang di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) bertugas sebagai manajer lapangan untuk ekspor dan impor film, memang hobi berburu. Babi hutan merupakan sasaran perburuannya. "Para petani setempat senang sekali kalau saya sudah turun ke hutan," paparnya bangga. Babi hutan itu musuh petani. Berburu, meskipun melelahkan, mendatangkan kesenangan. Itu menurut Irwan. "Saya tak suka Jakarta. Saya lebih kangen desa. Di sana kita ini jadi orang kaya. Lha, bagaimana tidak? Uang seratus perak saja di sana masih berharga, kok," katanya (waktu itu) bersungguh-sungguh. Selain melelahkan, berburu itu juga sangat dekat dengan bahaya. Sebab, kegiatan itu dilakukan di hutan yang terkenal banyak ular sendoknya. "Selama satu sampai dua jam, kita hanya berdiri. Kedinginan dan banyak nyamuk, mana sendirian. Dan hutan gelap karena mengintip itu harus malam hari. Mau duduk? Tak berani. Takut dipatuk ular sendok," tutur Irwan tentang pengalamannya mengintip. Namun, jika babi melintas dan ia menembaknya dengan tepat, semua rasa letih dan pegal itu hilang seketika. Yang tinggal hanyalah rasa sukacita dan perasaan puas tak terhingga. Apalagi gadis desa, terutama anak Pak Lurah, biasanya cantik khan Pak Irwan? Dok. Vista - No. 103, 10 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 02:05 |
#5067
|
Mania Member
|
BINTANG TAMU: JEFFRY "ROCKET" WAWORUNTU
MUNGKIN tidak aneh, jika hasrat orangtua ternyata tak sesuai dengan keinginan anaknya. Itu juga yang terjadi pada Jeffry Waworuntu, pembawa acara Rocket, RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), 22 & 29 Desember 1990, pukul 17.00 WIB. Di kantongnya sudah tersimpan ijazah MBA. Namun ternyata, kesenian lebih menyedot perhatiannya, sejak remaja. Persoalannya, benarkah dugaan orang bahwa kesenian yang digelutinya sama dengan hura-hura?
Jeffry Daniel Waworuntu cukup kaya pengalamannya. Pernah jadi anggota Tim Basket Nasional, dan ikut berbagai kegiatan kesenian. Anda tentu tak hanya mengenalnya lewat acara musik Rocket di RCTI tiap Sabtu sore pukul 17.00. Jeffry juga acap muncul di panggung seni suara, film, bahkan juga tari-tarian "kontemporer". Namun di tengah gairah yang menggebu, sekonyong Jeffry harus ke Singapura. Ada apa? Ia diminta orang tuanya melanjutkan sekolah ke Stanford College of London di Singapura. Sebuah sekolah manajemen. Dan otak Jeffry cukup encer untuk segera menyelesaikan studi itu, serta menggaet gelar 'Master of Business Administration'. Prestasi tersendiri tentunya. Harapan orangtuanya, agar sang anak bisa terjun ke dunia bisnis dan jadi manajer profesional nampaknya (waktu itu) akan jadi kenyataan. Tapi kenyataan yang sebenarnya ternyata bicara lain. Hati dan gairah Jeffry yang (waktu itu) masih meledak-ledak lantaran jiwa mudanya, lebih ketarik ke dalam dunia seni. Dalam arti musik, film, juga seni tari. Apa itu nggak bertolak belakang dengan latar pendidikan yang dimilikinya? "Menurut saya kok tergantung, bagaimana cara kita meramu apa yang sudah kita miliki, juga apa yang akhirnya harus kita hadapi," kilah Jeffry. Kiprah Jeffry di dunia seni dia awali ketika bergabung dalam Swara Mahardhika-nya Guruh Sukarno Putra. Bahkan katanya, "Saya ikut mendukung penampilan Mas Guruh dalam World Song Festival di Jepang, untuk vokal latar lagu Kembalikan Baliku yang memenangkan hadiah pertama pada festival di atas," papar cowok kelahiran Jakarta, 5 Mei 1965 itu. Sepanjang keterlibatannya di Swara Mahardhika, beberapa kali Jeffry juga bermain film. "Meskipun film-film yang saya bintangi kurang mendapat pengakuan di mata penonton yang agak kritis dan punya daya apresiasi," aku pemeran dalam film Santet, Ratu Buaya Putih, Titisan Dewi Ular, dan yang terbaru (kala itu) film Ayu Genit itu, sejujurnya. Saat itu, hampir dua tahun nama Jeffry Waworuntu ditunggu-tunggu pemirsa RCTI di setiap hari Sabtu dalam acara Rocket. "Bukan saya saja sebenarnya, tapi tim yang saling terkait," kata Jeffry merendah. "Khan ada Gladys (Suwandhi). Juga beberapa orang di belakang layar, yang menurut saya justru paling besar peranannya dalam acara Rocket," tambahnya. Sering tampilnya Jeffry di layar kaca itu (saat itu), banyak tawaran yang kemudian datang padanya. "Ada yang minta saya jadi 'master of ceremony' (MC). Bahkan beberapa produser meminta saya rekaman," komentar Jeffry. Akhirnya, jadi juga lelaki bujang (waktu itu) itu melepas album pertamanya, Hura-Hura. Kenapa Hura-Hura, Jef? "Kita harus selalu melihat pasar. Bagaimana selera pasar, itulah yang kita bikin," tuturnya enteng. Nyatanya album ini, konon diminati banyak remaja (kala itu). "Anak-anak SMA (masa itu) suka mendendangkan di kelas-kelas, di kantin, dan di sepanjang jalan menuju rumah mereka," ujar Jeffry lagi. Pengagum Phil Collins, Janet Jackson, Tommy Page, NKOTB, serta Kris Biantoro itu mengakui, "Saya coba lakukan dan jalani profesi yang telah saya pilih. Walaupun melenceng dari cita-cita dan harapan kedua orangtua. Apalagi latar belakang saya cukup mendukung dan merupakan modal yang bisa diandalkan," paparnya. "Dan sungguh asyik jika Anda mengalami atau melakukan pekerjaan seperti yang saya lakukan, menggabungkan bisnis dengan seni!," katanya. Cuma apa itu harus dengan hura-hura? "Wah? Tidak dong! Itu khan hanya lagu. Setiap orang tentu punya hak dan pilihan menurut kesukaan hatinya. Orang lain takkan dapat memaksakan kehendaknya atas lainnya. Jadi lagu saya itu, sepertinya mengajak orang untuk berhura-hura. Tapi saya sendiri, selalu menjauhi sikap hura-hura," sergapnya. Oke... oke... baiklah! Cuma satu hal yang tak bisa Jeffry tidak; saat itu dia populer dan... "Soal uang jangan disebut-sebut," sergah Jeffry lagi. Hanya sempat ia mengaku mendapat bayaran sekitar Rp 1 sampai dengan Rp 3 juta untuk sekali jadi MC di luar RCTI. Sudah begitu, semua kerja pun disabetnya. "Saya memang mau semua profesi atau pekerjaan bisa saya lakukan, dan semuanya saya lakukan dengan baik, dan tentunya harus menghasilkan," ujarnya sambil tertawa. Soal berapa hasil totalnya, sekali lagi ia bilang kurang enak mengatakannya. Satu hal lagi yang juga (waktu itu) dia terasa tak enak mengucapkannya, soal cewek alias gandengan. Entah, seganteng dan sesukses Jeffry (waktu itu) masih 'sorangan'. Ada minat? (Saat itu) kirim saja surat ke rumahnya. Alamatnya? 'Sorry', dia nggak kasih. Film & diskografi Jeffry: 1988 - Santet 1988 - Ratu Buaya Putih 1988 - Titisan Dewi Ular 1988 - Ayu Genit 1988 - Hura-Hura Dok. Vista - No. 107, 20 Januari 1991, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 02:09 |
#5068
|
Mania Member
|
ACARA MUSIK PRODUKSI RCTI - ROCKET MUSIC VIDEO: “MENGENANG TEMBOK BERLIN”
BULAN Juni 1990 lalu, sebelum penyatuan negara dan bangsa Jerman terwujud, namun setelah tembok Berlin diruntuhkan, Roger Waters - dedengkot kelompok Pink Floyd yang telah memisahkan diri dari kelompok itu - kembali menggelar pagelaran 'The Wall'. Pagelaran yang melibatkan puluhan mahabintang dunia itu digelar di Berlin, untuk memperingati keruntuhan tembok lambang pemisah itu.
Begitu video musik pagelaran akbar tersebut muncul dalam daftar kepustakaan Rocket Music Video Indonesia, pasangan Gladys Suwandhi dan Jeffry Waworuntu langsung menyuguhkannya kepada pemirsa Rocket di Jakarta (RCTI) dan Surabaya (SCTV). Cyndi Lauper membuka acara Rocket episode 70 (diputar di SCTV, 08/12/90) dengan karya legendaris Pink Floyd, yang berjudul Another Brick In The Wall. Selain cuplikan animasi dari video musik aslinya, penampilan Cyndi dalam pagelaran tersebut dilengkapi dengan permainan animasi yang "wah" pula, sebuah tembok dibangun dan... akhirnya diruntuhkan! Lalu kelompok Toto tampil dengan karya Out of Love. Penggambaran dramatis akibat kegagalan percintaan, ternyata tidaklah sedrastis hancurnya sebuah rumah tangga yang digambarkan kelompok asal London, Quireboys. Piring-piring berterbangan, remuk hancur di lantai terserak, sementara anak pasangan tersebut hanya bisa menangis ketakutan. Suguhan musisi muda yang dimanajeri istri Ozzy Osbourne itu sungguh berbeda dengan Toto. Lain lagi cerita tentang kebangkitan Don Dokken. Gladys dan Jeffry pun menyuguhkan Mirror, Mirror yang diambil dari album pertama mereka, Up From The Ashes. Untuk Tommy Page atau "Tipi", tak perlu panjang lebar. Karya Turn On The Radio mungkin memang paling enak kalau didengar dalam perjalanan. Tapi kalau tiba di pantai, tidak ada salahnya bila kita mencoba berdansa Soca. Jenis dansa dari Kepulauan Karibia, lebih "panas" bila dibandingkan dengan dansa Lambada, disuguhkan oleh Charles Lewis dalam karya Soca Dance. Dan bila belum puas berdansa, memasuki aliran mutakhir (waktu itu) di kalangan perdiskoan, Stevie V, tampil dengan Body Language. Keceriaan langsung redup setelah Gladys dan Jeffry menampilkan kesuraman dunia yang tercermin dengan penampilan Prince dalam Bat Dance. Episode 70 ditutup dengan penampilan Paul Carrack. Battlefield diambil dari album One Good Reason yang merupakan karyanya bersama Tom "T-Bone" Wolk. Paul memang terkenal kreatif. Pembuatan album terakhir (waktu itu) ini sama sekali tidak mengganggu keaktifannya di Mike + The Mechanics. Stasiun/waktu tayang: - RCTI/Sabtu, 1 Desember 1990 Pk: 17.30 WIB - SCTV/Sabtu, 8 Desember 1990 Pk: 17.00 WIB Dok. Vista - No. 103, 10 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 02:11 |
#5069
|
Mania Member
|
ENNY SUKAMTO: "USIA TAK JADI MASALAH"
TAHUN 70an, namanya begitu populer. Enny Sukamto, adalah nama peragawati yang sejajar dengan Danny Dhahlan dan Nanny Sakri. 1990, ia 'comeback' naik 'catwalk' dalam acara 'fashion' di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), 2 Desember 1990, pukul 19.30. Tapi apa yang disesalkan Enny akhir-akhir itu?
Wanita itu (waktu itu) masih tampak langsing. Hanya belakangan kian sintal, dengan 57 kg berat di 170 tinggi tubuhnya. Enny Julianti Hehuwat Sukamto, atau kita pendekkan saja menjadi Enny Sukamto, (waktu itu) 38 tahun, memang banyak diakui masuk dalam barisan pemula dunia model komersial di negeri ini. Beberapa tahun belakangan itu, jejaknya menghilangkan dari 'catwalk', walau namanya tetap saja banyak dikenang. 1990, sekonyong ia muncul lagi. Mengisi acara 'fashion show' yang diselenggarakan Keris Gallery untuk RCTI. Bersanding dengan beberapa peragwati muda yang jauh lebih muda usia dari pengalamannya. Enny jelas nampak lebih matang dari yang lainnya. Yang menarik, di usia yang cukup tinggi itu, ia masih bisa tampil segar (kala itu). Padahal sudah lima anaknya (waktu itu), sudah 14 tahun (ketika itu) yang tertua, dan tiga tahun (ketika itu) yang bungsu. "Semua itu asal bisa ngurusnya," kilah Enny saat ditemui Vista pada waktu 'tapping' di studio RCTI. "Soal usia, tak jadi masalah," sambungnya lagi. Konon untuk memelihara kondisi fisik seperti itu, Enny disiplin berolahraga renang setiap pagi, senam, juga ikut 'fitness'. Tak juga ia lupakan, kebiasaan minum jamu-jamuan tradisional yang diperoleh dari ibunya. Praktis untuk urusan rumah tangga, Enny memang sudah sibuk. Apalagi ia mesti mengurus juga 'garment' yang dinamainya Gacie, bisnis hotel di Anyer, dan menjadi 'freelance guest teacher' di beberapa sekolah mode. Tapi kok, masih sempat-sempatnya naik panggung, En? "Itu masalah bagaimana kita mengatur waktunya saja," sergah peragawati yang memulai kariernya saat ia berusia 27 tahun itu, 1967. Tahun 1972 ia berhenti. Kalau kemudian setlah absen tujuh tahun (1979) ia masih mau turun gunung, "lebih banyak karena persahabatan saja," tambahnya. Beberapa waktu sebelumnya, ia juga tampil untuk peragaan busana Prayudi, lalu Eskada, juga Ramli. "Pokoknya saya akan ikut 'show' kalau kenal baik dengan desainer, pemilik, atau melihat 'event'-nya," sambung Enny lagi. Kesempatan di RCTI kali ini juga lantaran ia kenal dekat dengan boss Keris Gallery, yang persahabatannya ia jalin sejak 1978. Enny memang menjalin banyak persahabatan, di mana sulit ia menolak jika para sahabat itu minta bantuan. Tak aneh kalau nama Enny sebagai pribadi juga cukup dihormati. Tahun 1988 dan 1989, pernah diselenggarakan ajang pemilihan peragawati terbaik yang menghadiahkan Sepatu Emas Enny Sukamto. "Tapi sementara kegiatan itu dihentikan dulu, ada kekurangsesuaian antara saya dengan panitianya," tutur Enny. Dan Enny tampakya tak berhenti sampai di situ. Wanita itu ternyata masih menyimpan gelisah dan obsesi. Ingin menyelenggarakan acara di dunia mode, yang tak sekadar sepatu emas di atas hadiahnya. Tapi, "Saya ingin peragawati Indonesia juga memiliki semacam festival yang menghasilkan penghargaan formal dan monumental, macam FFI untuk orang film." Itu ambisi, mimpi dan obsesi terakhir Enny. Apa namanya piala Enny kalau obsesi itu jadi terlaksana? "Wah, itu bisa dipikirkan kemudian," tukasnya. Dok. Vista - No. 103, 10 Desember 1990, dengan sedikit perubahan |
20th May 2020, 02:13 |
#5070
|
Mania Member
|
MENIKMATI TVRI DAN RCTI SEKALIGUS
BAGI pirsawan yang (saat itu) telah berlangganan televisi swasta (RCTI), mungkin (saat itu) merupakan suatu pekerjaan tambahan yang mengganggu, apabila setiap akan pindah acara (kanal) harus bangkit dari kursi dan menekan tombol kanal naik/turun yang ada pada dekoder. 'Remote control' pesawat televisi praktis mubazir. Ini berarti suatu pemborosan yang harus ditanggulangi.
Begitu pun jika pirsawan memiliki dua pesawat teve yang ditaruh pada ruang berlainan, maka jika yang satu menayangkan acara RCTI maka yang satu lagi juga menayangkan acara RCTI dan tidak bisa beralih ke acara TVRI. Mungkin di antara Anda ada yang berbakat jadi montir lalu berupaya memaralel kabel yang masuk ke dekoder, supaya kedua pesawat teve dapat menerima secara bebas acara TVRI atau RCTI dan tidak bergantungan satu sama lain. Jika Anda melakukan hal itu, timbul persoalan baru, bila pesawat yang satu menayangkan RCTI dan satunya TVRI, maka pada tayangan TVRI (saat itu) akan terpeta garis interferensi vertikal yang berwarna putih di sisinya. Tivicor Baru-baru itu, SHM Project, produsen perabot 'audio-video' dalam negeri telah merilis 'Tivicor' singkatan 'television selector'. Filosofi rancangan Tivicor adalah untuk mengatasi persoalan di atas. Bersama Tivicor, maka 'remote control' pesawat teve yang semula mubazir, berfungsi normal kembali. Dan yang penting pirsawan tidak perlu ber-'fitness' di malam hari, duduk-bangun duduk-bangun hanya sekadar untuk mengganti kanal. Tivicor tidak lain dari 'wideband RF amplifier' yang bertanggapan frekuensi mulai 40 sampai 890 MHz dan penguatan sekitar 20-25 deciBell (dB). Tivicor memiliki empat terminal masukan, yakni dua jalur VHF dan dua lagi jalur UHF. Terminal masukan VHF berguna untuk dekoder RCTI atau 'receiver' parabola maupun antena TVRI. Sedang terminal UHF berfungsi bagi 'video recorder'. Gambar yang menyertai tulisan ini menjelaskan jalur koneksi antara dekoder, antena teve dan 'video recorder' sebagai sumber masukan dan koneksi pesawat teve sebagai perabot keluaran. Semua terminal berupa konektor tipe "F" yang (saat itu) mudah dijumpai di toko-toko elektronik. Jalur teve swasta (RCTI) bermula dari antena UHF yang terhubung ke pesawat dekoder. Keluaran dekoder masuk ke terminal VHF 'low ch'. Dalam hubungan ini 'mixer' RF yang menyatukan antena UHF dan VHF dilepas (tidak dipakai). Jalur TVRI bermula dari antena VHF langsung dihubungkan ke Tivicor via terminal VHF 'high ch'. Dua buah pesawat 'video recorder' dapat dihubungkan ke Tivicor lewat terminal UHF1 dan UHF2. Sebagai keluaran dapat dihubungkan dua pesawat teve melalui terminal 'out 1' dan 'out 2'. Keistimewaan Tivicor terletak pada 'amplifier' VHF dan UHF yang terpisah. Baik VHF maupun UHF, penguatannya dapat diatur secara mandiri ('independent'). Apabila Anda menggunakan dua buah 'video recorder', usahakan agar frekuensi keluaran ke dua 'video recorder' itu dibuat tak sama dengan cara memutar 'trimmer RF out' yang ada di planel belakang 'video recorder'. Menurut Ir. Tjandra Ghozalli, oleh karena Tivicor bersifat 'wideband', maka pesawat teve mampu menerima empat sumber tayangan secara bebas. Dan fungsi 'remote control' pulih kembali, cukup menekan 'remote control' untuk mengganti acara TVRI/RCTI/video 1/video 2. Bukan hanya 'video recorder', 'video laser disc' pun boleh dihubung via jalur RF ke terminal masukan UHF 2. Di dalam alat ini ada penapis UHF/VHF sehingga gambar tayangan TVRI bebas dari interferensi garis vertikal. 'Booster' Alat ini juga bertindak sebagai 'booster' (penguat) RF sebesar 25 dB. Adanya 'booster' maka 'losses' (kehilangan) daya akibat kabel transmisi yang terlalu panjang akan tertanggulangi. Kabel transmisi 75 ohm sepanjang 30 meter tidak menimbulkan 'drop' yang berarti bagi Tivicor. VSWR ('standing wave ratio') hanya 1,1 mendekati 1 (ideal). Daya listrik yang diserap hanya 4 watt. nilai 'input/output impedance' alat ini setara 75 ohm. Gambar bersalju (bintik-bintik) yang acapkali terjadi pada daerah yang berpenerimaan RF lemah akan hilang "salju"-nya setelah diperkuat dengan 'booster'. DI bagian bawah alat ini ada satu 'trimmer' yang berfungsi untuk mengatur kepekaan penerimaan kanal VHF. Dengan mengatur kepekaan VHF, maka kualitas penerimaan TVRI menjadi optimal bebas dari 'black edge' dan 'noise'. Di pabrik telah disetel kepekaan untuk kanal E-3. Jelasnya, alat ini berfungsi multi, yakni sebagai selektor teve, 'mixer' RF, 'booster' RF dan 'optimod' RF. Dok. Vista - No. 70, 30 Desember 1989 s/d 9 Januari 1990, dengan sedikit perubahan |
detikHot
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer