PROFESI HAKIM SEBAGAI PENGAWAL KEADILAN DAN MENJALANKAN AMANAH

Rasindo News – Oleh : Dr. SUBIHARTA, S.H., M.Hum. NIP, : 19570717 198512 1004. Pangkat/Golongan, : PEMBINA UTAMA (IV/e). Jabatan, : HAKIM TINGGI.

Profesi hakim dan profesi lainnya antara lain dosen, notaris, dokter, advokat, akuntan, dan lainnya adalah merupakan profesi yang mulia (officum nobile) sebab profesi ini dijalankan bukan hanya sebagai pekerjaan semata, tetapi merupakan profesi karena panggilan jiwa.

Profesi ini dijalankan oleh kaum intelektual dengan bergelar sarjana, di dalam menjalankan profesinya memerlukan integritas, ketelitian, ketekunan, dedikasi yang tinggi.

Di samping itu profesi tersebut mempunyai kode etika profesi, pedoman perilaku profesi, ada organisasi yang selalu melakukan pengawasan dan memberikan sanksi terhadap anggotanya apabila melakukan pelanggaran.

Di Negara-negara maju profesi Hakim merupakan profesi yang sangat dihormati, disebabkan profesi ini sangat mulia, di dalam menjalankan profesinya sangat menjunjung tinggi etika, kejujuran, kebenaran, ketelitian tentang bukti-bukti, keronologis kejadian dan keadilan, melaksanakan tugas dengan semangat pengabdian. Etika menurut Apeldoorn menyebutkan “De ethiek omvat de regels van religie, moraal, recht en zeden” (etika, mencakup ketentuan-ketentuan agama, moral, hukum, adat setempat dan kesusilaan).

Negara memberikan jaminan yang memadai terhadap profesi Hakim mulai dari pendidikan, kesejahteraan, keprotokoleran, system penggajian, system kepegawaian, dll. Masyarakat juga menaruh hormat (respek) yang tinggi, karena tingkat kesadaran hukum masyarakatnya sudah tinggi.

Di Jepang pelanggaran kode etik hakim oleh hakim terjadi dalam kurun waktu 30 tahun terjadi satu kali pelanggaran. Di Australia pada tahun sebelum 1999 Komisi Judisial (Judicial Commision) memberi kesempatan kepada Hakim yang tidak dapat menyelesaikan perkaranya, yang akhirnya hakim tersebut mengundurkan diri karena tidak dapat menyelesaikan perkaranya.

Di dalam System Pemerintahan Negara Indonesia sesuai dengan UUD 1945 maka dikenal adanya tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif.

Di Indonesia tiga kekuasaan tersebut dijamin hak-hak dan kedudukannya. Sehingga masing-masing kekuasaan akan dapat menjalankan tugas pokoknya dengan baik dan benar.

Di dalam menjalankan kekuasaan kehakiman maka sesuai dengan UndangUndang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman maka Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang.

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (Pasal 1 UU Kekuasaan Kehakiman). Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 2 UU Kekuasaan Kehakiman).

Peradilan dilakukan ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 2 ayat 1). Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila (Pasal 2 ayat 2).

Semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan Negara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 2 ayat 3).

Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 2 ayat 4).

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan (Pasal 3 ayat 1).

Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman Terlarang. kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Pasal 3 ayat 2) “Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***/****)”.

Peradilan di Indonesia merupakan peradilan Negara, di dalam menjalankan kekuasaannya maka Mahkamah Agung merupakan puncak dari empat lingkungan peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha Negara.

Selain kekuasaan kehakiman ada pada Mahkamah Agung maka sesuai dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman maka kekuasaan kehakiman juga ada pada Mahkamah Konstitusi.

Sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 UU Kekekuasaan Kehakiman “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”, hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam adat masyarakat setempat.

Pasal 5 ayat (2) “Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”.

Pasal 5 ayat (3) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim”.

Putusan pengadilan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, irrah-irrah yang pertama tersebut bermakna bahwa keadilan ada dalam puncak peradilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Keadilan selalu diperjuangkan oleh manusia, bahkan peperangan terjadi dikarenakan adanya pelanggaran terhadap keadilan.

Keadilan mempunyai banyak definisi sehingga sudut pandang orang satu dengan orang lain terhadap definisi keadilan sering tidak ada kesamaan.

Keadilan menurut Aristoteles adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.

Agar Hakim dapat menjalankan profesinya dengan baik, memberikan keadilan kepada para pencari keadilan (justisiabelen) maka hakim juga harus Amanah. Kata Amanah di dalam Kitab Suci Al Quran surat ke 32 ayat 72 adalah Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013) Amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada orang lain, setia, dan dapat dipercaya. Amanah merupakan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang untuk ditunaikan kepada yang berhak (Amirin, 2007).

Para pihak yang berperkara pada masa lalu berprinsip berperkara ke pengadilan agar memperoleh keadilan, Berbagai cara seringkali digunakan agar dapat memenangkan perkaranya, apabila hal demikian masih terus terjadi maka penegakan hukum di tanah air belum sesuai sebagaimana yang diharapkan oleh konstitusi serta Masyarakat Indonesia. Peranan dari masyarakat termasuk media syiber dan perguruan tinggi memegang peranan penting agar tidak berhenti melakukan kajian/penelitian. Memberikan pembelajaran agar ada model yang baru bagi semakin meningkatnya keasadaran hukum baik masyarakat maupun konstitusi.

HAKIM SEBAGAI PENGAWAL KEADILAN

Globalisasi dan berkembangnya manusia dan peradabannya menimbulkan berbagai permasalahan bahkan pertentangan (conflict of interest), berbagai konflik di atas dapat diselesaikan dengan berbagai cara, ada yang dengan mediasi, negosiasi, rekonsialisasi, arbitrase, gugatan perdata hingga penanganan kasus dengan acara pidana dan sebagainya. Konflik tersebut semuanya berdimensi keadilan, berdimensi adanya salah satu pihak yang merasa haknya dilanggar bahkan tertindas, maka penyelesaian sendiri tidak selalu dapat dilaksanakan, maka di dalam perkara pidana Negara mewakili masyarakat yang haknya dilanggar dan melakukan penegakan hukum pidana. Penegakan hukum tersebut bertujuan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat.

Oleh karena itu penegakan hukum perlu dilakukan dengan tegas, tidak pandang bulu maka dikenal dengan istilah law enforcement dan semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).

Pengadilan sering disebut sebagai benteng terakhir keadilan, terlepas dari puas atau tidak puasnya terhadap putusan hakim maka masyarakat pasti membutuhkanlembaga peradilan, sebab mekanisme peradilan adalah mekanisme yang diamanatkan oleh konstitusi maka siapa saja harus menghormati putusan lembaga peradilan termasuk hakim. LUCIUS CALPURNIUS PISO CAESONINUS (43 SM) mengatakan Fiat Justitia Ruat Caelum (hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh).

Perkembangan teori keadilan mengikuti perkembangan peradaban manusia, perkembangan pemikiran dari para filosofus pada jamannya. JOHN RAWL mengatakan bahwa setiap orang dapat memiliki konsep keadilan yang berbeda dengan konsep orang lain.

Dalam keadaan-keadaan tertentu, orang-orang yang memiliki konsep keadilan yang berbeda bisa saja sepakat untuk memberikan penilaian tentang adil tidaknya suatu tindakan. Kesepakatan dari orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda dapat terjadi karena konsep “keadilan” dibiarkan menjadi konsep yang terbuka terhadap penafsiran. (Richard A.Meyern di dalam Law and Justice, 1988).

Di dalam ilmu hukum kita mengenal system hukum, ada system hukum civil law “Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law system), eksistensi peraturan perundang-undangan sangatlah penting, karena bila dikaitkan dengan asas legalitas yang berarti setiap tindakan pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.”, system hukum common law “Common Law (Anglo Saxon) adalah sistem hukum yang berasal dari Inggris dan berkembang di negara-negara jajahannya. Sistem hukum Common Law mendasarkan pada putusan pengadilan sebagai sumber hukumnya.”. Kedua system ini mempunyai perbedaan yang mendasar dan dipraktikkan oleh berbagai Negara sesuai dengan sejarah perjanan suatu Negara.

Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama lebih kurang tiga setengah abad, Belanda pernah pula dijajah oleh Perancis, dan Perancis juga pernah dijajah oleh bangsa Romawi. Maka system hukum dari empat Negara tersebut adalah sama yaitu menggunakan System Civil Law, yang berarti menggunakan hukum yang tertulis, hukum yang terkodifasikan.

Meskipun Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun tetapi Indonesia sampai sekarang masih menggunakan hukum, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvS), demikian pula Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berasal dari Burgerlijk Wetboek, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) berasal dari Wetboek van Kophandel (Wvk). Hukum acara perdata di Indonesia masih menggunakan Herzien Indonesisce Reglement (H.I.R.) untuk wilayah Jawa dan Madura, serta menggunakan Reglement Buiten Gewesten (RBg.) Mahkamah Agung sebagai puncak peradilan di Indonesia menyadari pula bahwa Civil Law System terdapat berbagai kelemahan, maka MA dengan kebijakannya mengeluarkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI (PERMA RI) maupun SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI (SEMA RI).

Hakim di dalam menjalankan profesinya harus keluar dari konteks berfikir secara normatif belaka, hakim mesti mengikuti, mendalami, lidik, meneliti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat adat. Hakim mesti merasakan hati dan nafas masyarakat agar di dalam memberikan putusan memberikan keadilan bagi justisiabelen “Dalam kamus Belanda, lema justitiabelen diartikan sebagai orang yang tunduk pada hukum. Kadang disebut juga sebagai rechtszoekenden, yang mengandung makna rakyat pencari keadilan. Berasal dari lema recht (hukum, hak) dan zoeken yang berarti mencari.”.

Secara teoritis undang-undang begitu disahkan sudah tertinggal dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan hakim yang berjiwa progresif. Hakim melaksanakan hukum progresif yang menghendaki agar berani berfikir dan bertindak “beyond the call of duty” itu justru tidak dibuang dan dikucilkan.

Dalam laporan Bank Dunia dikatakan, bahwa menjaga dan motivasi kerja di tengah lingkungan yang tidak kondusif sangatlah sulit. Janganlah dihargai, seorang reformis yang vocal sering dicap oleh sejawatnya sebagai tidak memiliki kesetiakawanan. Bank Dunia berpendapat bahwa para aktor penegakan hukum yang berhasil ditemukan dalam studi Bank Dunia, memperkuat tesis hukum progresif tentang peran dan faktor modalitas dalam penegakan hukum. Hukum bukan karya mesin, melainkan manusia yang penuh dengan nuansa pilihan dan modalitas, seperti kepedulian,empati dan keberanian. (padangan Prof Satjipto Rahardjo dan Prof. Abdul Manan);

Di era reformasi sekarang ini keterbukaan dan akuntabilitas memegang peranan penting, dengan adanya keterbukaan dan akuntabilitas maka mekanisme social control oleh masyarakat akan semakin maksimal. Harapan bagi berkurangnya sumbatan dalam pelayanan penegakan hukum akan dapat dikurangi, dengan berbagai instrument yang ada dan sanksi yang berat bagi yang melanggarnya. Hukum progresif akan selalu gelisah mengamati kemampuan hukum untuk menyejahterakan manusia dan ini menjadi persoalan besar. Untuk menuju pada hukum yang progresif peranan pendidikan termasuk pendidikan perguruan tinggi memegang peranan penting. Untuk itu fakultas hukum merupakan pilar penting yang diperlukan untuk menyangga hukum progresif dan hukum progresif juga mempunyai peranan penting untuk memperhatikan pendidikan hukum di tanah air.

Agar hakim dalam menjalankan profesinya dapat memberikan keadilan dan amanah maka sesuai dengan pandangan dari Maruarar Siahaan, sikap dan perilaku hakim sebagai berikut:

  1. Hakim harus menjalankan fungsi judisialnya secara independen atas dasar penilaian fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar, iming-iming,tekanan, ancaman atau campur tangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari siapapun atau dengan alasan apapun,sesuai dengan penguasaanya yang seksama atas hukum;
  2. Hakim harus bersikap bebas atau independen dari tekanan masyarakat, media massa, dan dari lembaga eksekutif, legislatif dan lembaga-lembaga Negara lainnya, terutama para pihak dalam suatu sengketa yang harus diadilinya;
  3. Hakim mendorong, menegakkan dan meningkatkan jaminan independensi dalam pelaksanaan tugas peradilan baik secara perorangan maupun kelembagaan;
  4. Hakim menjaga dan menunjukkan citra independen serta memajukan standar perilaku yang tinggi guna memperkuat kepercayaan pengadilan.

Kusnu telah melakukan kajian terhadap pemikiran dari hakim Amerika Serikat bernama CARDOZO dan melihat kewajiban hakim itu menegakkan objektifitas hukum melalui putusan-putusannya. “Putusan-putusannya bukan perwujudan aspirasi pribadinya dan bukan merupakan perwujudan dari pendirian pribadinya dan bukan pula merupakan penerapan falsafah pribadinya, melainkan perwujudan dari aspirasi, pendirian dan falsafah masyarakat pada waktu dan di mana putusan itu dijatuhkan”. Pendapat Kusnu di muka pada hakikatnya berkaitan dengan pandangan yang mengatakan bahwa apabila suatu perkara ditangani oleh Hakim dan sudah dijatuhkan putusan, maka perkara tersebut sudah menjadi domein dari lembaga peradilan, sehingga putusan tersebut merupakan putusan lembaga peradilan.

Hakim sebagai pejabat publik, sebagai penyelenggara Negara dan sebagai kaum professional paling tidak harus mempunyai Sembilan asas yang senantiasi harus dijunjung tinggi yaitu:

  1. Tidak mementingkan diri sendiri (Selfness);
  2.  Integritas (Integrity);
  3. Objektif (Objectivity);
  4. Bertanggung jawab (Accountibiity);
  5. Terbuka (Openness);
  6. Kejujuran (Honesty);
  7. Kepemimpinan (Leadership);
  8. Keluhuran budi (Dignity);
  9. Terpercaya (Truthfulness).

Perkembangan peradaban manusia sekarang ini yang telah mengganti beberapa alat industri dengan mesin kecerdasaran buatan membawa pengaruh pada harus semakin meningkatnya kualitas manusia. Pembangunan Sumber Daya Manusia termasuk aparatur hukum juga merupakan keniscayaan. Perkembangan ini juga harus diikuti pula oleh generasi muda (milenial) yang tidak boleh berpangku tangan, tidak boleh terlalu santai sehingga tidak dapat memanfaatkan kesempatan yang ada. Membanjirnya produk dan jasa dari luar negeri membawa dampak positif berupa mudahnya dan murahnya memperoleh produk barang dan jasa yang cepat dan murah serta berkualitas tinggi. Tetapi dampak negatifnya adalah kita sebagai bangsa yang lebih banyak sebagai konsumen. Oleh karena itu pendidikan hukum di perguruan tinggi idealnya sudah harus adaptif terhadap perkembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pendidikan karakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pembangunan bangsa dan Negara termasuk pembangunan hukum tidak dapat diharapkan semata kepada aparatur hukum termasuk Hakim. Tetapi harus dilakukan secara komprehensif, mencari akar permasalahan yang ada agar hukum mempunyai fungsi yang lebih optimal, hukum smestinya juga sebagai alat untuk membangunan bangsa, alat merubah masyarakat sebagaimana pandangan Resque Pound “Law is a tool of social engineering”

HAKIM DALAM MENJALANKAN PROFESI MULIANYA HARUS AMANAH

Setiap profesi sebelum menjalankan tugasnya harus mengucapkan sumpah di hadapan pejabat Negara yang ditunjuk. Pengucapan sumpah oleh professional termasuk Hakim bukan sekedar formalitas (ceremononial), tetapi diucapkan karena amanat undang-undang, diucapkan dengan atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Sumpahnya adalah akan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, tidak melakukan perbuatan yang tercela, perbuatan yang bertentangan dengan sumpah jabatan. Pengingkaran atas sumpah jabatan membawa konsekuensi pada dicabutnya jabatan tersebut, bahkan dapat dikenai ancaman pidana. Oleh karena itu setiap Hakim dalam menjalankan profesinya harus amanah, harus menyatu antara ucapan dan perbuatan.

Teori Sociological Jurisprudence EUGEN EHRLICH berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat di pihak lain. Hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Perkembangan hukum saat ini tidak hanya terletak pada undang-undang, tidak pula pula pada ilmu hukum ataupun juga pada putusan hakim, tetapi pada perkembangan masyarakat itu sendiri. Beberapa sarjana yang berpandangan bahwa hukum telah bergerak, hukum telah berubah dari masa lalu ke masa sekarang, perkembangan hukum selalu mengikuti perkembangan manusia. Sehingga perkembangan ilmu dan teknologi khususnya teknologi informatika membawa pengaruh pada hukum yang ada.

Di dalam perjalanan bangsa khususnya para pendekar penegak hukum di Indonesia telah memberikan darma baktinya, memberikan bukti nyata atas profesinya sebagai Hakim sehingga namanya dikenang, namanya dicatat dalam tulisan emas perjalanan hukum di Indonesia. Misalnya Prof. Asikin Kusumaatmadja, Prof. Bagir Manan, Prof. Bismar Siregar, Adi Andojo Soetjipto. Nama-nama harum tersebut disebabkan di dalam menjalankan profesinya sebagai hakim telah menjatuhkan putusan yang memberikan manfaat kepada masyarakat banyak. Putusannya dijadikan jurisprudensi sebagai putusan “land mark decision”. Landmark decision atau Keputusan Landmark, adalah keputusan yang membentuk preseden baru yang membentuk prinsip atau konsep hokum yang signifikan. Atau itu mengubah interpretasi hukum yang ada. (Wikipedia, up.load.16/08/2019).

Agar profesi hakim di dalam menjalankan tugas pokoknya amanah maka kebebasan dan kemandiriannya harus dijaga oleh siapapun. Tidak boleh ada pengaruh, berupa rekomendasi, komando, ancaman dan pengaruh lain baik langsung maupun tidak langsung. Di dalam menjalankan tugas pokoknya Hakim tidak boleh bebas sebebas-bebasnya, mereka dibatasi oleh konstitusi, dibatasi oleh undang-undang, dibatasi oleh nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Apabila tidak ada pembatasan yang diperbolehkan oleh konstitusi maka dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan (abuse of power).

Prof Bagir Manan (1995:12) menyatakan bahwa pembatasan-pembatasan tersebut berlaku dalam bentu-bentuk:

1. Hakim hanya memutus berdasarkan hukum.

2. Hakim memutus semata-mata untuk keadilan.

3. Dalam melakukan penafsiran, konsruksi hukum, hakim harus tetap berpegang teguh pada asas-asas umum hukum (general principle of law) dan asas keadilan umum (the general principle of natural justice).

PENUTUP

1. Profesi Hakim adalah profesi mulia (officum nobile) sebab profesi ini dijalankan oleh kaum intelektual dengan berbagai latar belakang pendidikan yang baik, untuk menjalankan tugasnya dalam rangka memberikan putusan yang adil.

2. Agar profesi Hakim dapat dijalankan dengan baik maka hakim harus mendapatkan perlindungan atas kebebasan dan kemandiriannya. Kebebasan dan kemandiriannya tidak bebas sebebas-bebasnya tetapi dibatasi oleh undangundang, oleh keadilan dan prinsip-prinsip atau asas-asas yang baik.

3. Karena profesi hakim adalah sebagai pekerjaan karena panggilan jiwa maka sejak jauh hari harus mempersiapkan diri dari aspek etika, moralitas, wawasan keilmuan, kedisiplinan, integritas, loyalitas yang tinggi terhadap profesinya, terhadap bangsa dan Negara.

4. Seorang hakim di dalam menjalankan tugasnya adalah untuk memberikan keadilan,maka harus amanah. Seorang hakim yang amanah adalah hakim yang kuat jiwa dan raganya, tidak terpengaruh oleh berbagai pengaruh baik dari internal maupun eksternal.

5. Pekerjaan hakim adalah pekerjaan intelektual, dia harus belajar hukum, belajar hukum yang hidup di dalam masyarakat, harus melakukan penelitian, harus melakukan pertimbangan antara fakta yang ada dengan hukum yang mengaturnya, selanjutnya menjatuhkan putusan dengan menggunakan akal, hati dan nuraninya, serta putusannya harus adil dan memberikan manfaat.

6. Perubahan dan perkembangan masyarakat harus diikuti oleh kemampuan hakim dalam membaca fenomena masyarakat, hukum dan masyarakat yang bergerak menuntut profesi hakim yang antisipatif.

7. Putusan hakim yang bercorak Landmark Decision suatu kebanggaan bagi profesi hukum khususnya dan memberikan manfaat dan keadilan bagi masyarakat.

8. Hakim harus professional, harus memegang amanah, tanggung jawabnya bukan di hadapan manusia tetapi di hadapan Tuhan ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Daftar Pustaka

Disampaikan di hadapan mahasiswa baru Fak.Hukum UNMUL Samarinda, dalam kuliah umum, Senin, 19 Agustus 2019.Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Kaimantan Timur, Dosen luar biasa Pasca Sarjana Imu Hukum UnIversitas Mulawarman, Samarinda.

Editor: Dedy Tisna Amijaya, ST

Diterbitkan oleh CFJ Rasindo Group

PENDIRIAN PERSEKUTUAN CV FHESAGI JAYA pada tanggal 05 Desember 2007 Akta No 02/NOT/XII/2007 dan telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta pada tanggal 27 Maret 2008 di bawah nomor W13.U2.Kum.07.01.94.CV-2008 di tandatangai oleh Sugeng Wahyudi.S.H.,M.M Nip 040048098 sebagai perusahaan jasa Kontruksi, Realty, Perdagangan Industri sekuritas dan pada tanggal 07 Januari 2013 di lakukan Pemasukan dan Pengeluaran Persero serta Perubahan Anggaran Dasar dengan nomor Akta 01 terdaftar pada hari selasa tanggal 08-01-2013 dalam buku daftar Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas I Tanjung Karang dengan nomor 20.1.2013 yang di tandatangani Linda Birsye,S.H.,M.H. Nip 196105061985032002 juga mengembangkan menjadi perusahaan publik di Indonesia tahun 2017 dengan dengan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Perseroan nomor 45/02/NOT/XII/07/FJ/INT/BL-IX/2017 pada tahun 2019 terdaftar pada Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia AHU-0078382-AH.01.15 tahun 2019. CFJ Group melakukan ekspansi di bidang media dan merambah bisnis entertainment hospitality tahun 2021 dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar nomor 19 tanggal 08-11-2021 Kemenkum Ham RI nomor AHU-0012110-AH.01.17 tahun 2021. Saat ini CFJ Group merupakan grup investasi terkemuka di Indonesia dengan 4 bisnis strategis: Media, Jasa Kontruksi, Entertainment Hospitality, Industri dan Digital lainnya. CFJ Group mengemban visi menjadi pilar penting pertumbuhan ekonomi nasional dan menjadi pelopor pengembangan teknologi. Terdepan Dalam Menyajikan Berita-berita Paling Aktual, Cepat, dan Tepercaya. Realisasi pengembangan berikutnya Rasindo akan melakukan pengembangan yang signifikan dengan konsep baru di dalamnya agar Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih, elegan dan tentunya tetap mengedepankan unsur user-friendly, sebagai sumber informasi lengkap, yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, hingga live streaming.

Satu pendapat untuk “PROFESI HAKIM SEBAGAI PENGAWAL KEADILAN DAN MENJALANKAN AMANAH

Komentar ditutup.

Buat situs web Anda dengan WordPress.com
Mulai
%d blogger menyukai ini: